Jumat, 28 Desember 2012

KOMPETISI DAN KOMPETENSI


Kalau aku nggak mengalah, nanti ada yang ngambek dan nggak mau main lagi, Yah! Terus permainannya berhenti. Nggak asyik dong!”. Itu jawaban Ulan, 8 tahun, saat ditanya kenapa ia mengalah ketika dadu justru menunjukkan ia sebagai pemenang dan berhak meneruskan permainan.
Sikap seperti itu kerap diperlihatkannya ketika bermain bersama teman-teman dan menghadapi persoalan khas anak-anak. Ulan memang bertipe plegmatis, suatu tipe dimana seseorang cenderung menghindari konflik, suka mengalah, mampu mendamaikan, tak egois, dll. Satu sikap yang dewasa ini diperlukan ketika sikap individual lebih didewakan.
Namun…
23 Desember 2012, BSR Swimming Pool. Hari ini Ulan hendak berlomba renang bertajuk “Break Your Time Limit!”. Perlombaan itu antara anak-anak yang berlatih di klub renang tersebut dan sebenarnya untuk mencatat kemajuan prestasi selama berlatih di sana. Jadi, gaya renang yang pernah diajarkan dilombakan dan dicatat waktu tempuhnya. Ulan berlomba dalam 4 lintasan: gaya bebas 1x25 m, gaya bebas 2x25m, gaya punggung 1x25m, dan gaya punggung 2x25 m.
Lomba pertama dimulai. Lima – enam anak bersiap di lintasan. Priitttt! Byyurrr! Anak-anak pun melompat ke dalam air begitu aba-aba dibunyikan. Bersemangat mereka mengayuh tangan dan menggerakkan kaki, berlomba mencapai garis finish. Ulan berada di depan, berjarak cukup jauh dengan teman di belakang. Sesekali ia menoleh untuk melihat posisi. Tiba-tiba ia memperlambat kayuhan. Meskipun menyelesaikan lomba sebagai juara, ia membuat penasaran sang ayah.
“Ulan hebat lho! Tadi cepat berenangnya dan berhasil menyelesaikan lomba”, puji sang Ayah. “Tapi, tadi Ayah lihat Ulan melambat. Kenapa?”
“O..tadi aku sempat lihat teman-teman. Ternyata, mereka jauh di belakang. Jadi, aku pun mengalah supaya mereka tidak terlalu jauh tertinggal”, ujar Ulan beralasan.
Alasan yang masuk akal dari pikiran anak plegmatis. Namun rasanya ada yang kurang pas. Mesti perlu dijelaskan agar ‘kebaikan’ tersebut justru tidak berbalik merugikannya.
Lomba atau pertandingan memerlukan sebuah kompetisi agar berjalan menarik dan menghasilkan seorang pemenang. Sang pemenang mestinya memiliki kompetensi lebih dibandingkan yang lain pada bidang tersebut. Bukan sekedar lebih cepat, lebih kuat, dan lebih tangkas untuk mengalahkan lawan, tapi juga menantang diri sendiri untuk menjadi lebih baik. Ketika seorang bermental juara bertanding, ia tak melihat mengalahkan lawan sebagai sebuah pencapaian. Ia justru ‘mengabaikan’ hal-hal diluar dirinya yang mungkin saja menurunkan semangat. Lawan dengan tampilan sempurna, prestasi yang luar biasa, dan provokasi berlebihan jika tak dikelola dengan baik bisa melemahkan. Alih-alih memikirkan hal itu, seluruh energinya terpusat untuk mencapai hasil terbaik daripada yang pernah ia capai sebelumnya.
Kira-kira itu yang dikatakan sang ayah kepada anaknya, Ulan. Tentu dengan bahasa yang sederhana. Untuk memudahkan Ulan yang ber-type gaya belajar visual,  ayah memberi gambaran.
“Misalnya waktu tempuh saat Ulan berenang sendirian 120 detik”, terang ayah sambil menggambar sebuah garis dan menuliskan angka 120 di atasnya. “Lalu diadakan lomba agar Ulan bisa terpacu mempersingkat waktu tempuh itu. Misalnya jadi 80 detik. Meskipun tidak finish di tempat pertama, Ulan tetap juara secara telah berhasil lebih cepat disbanding sebelumnya. Nah, kalau Ulan memperlambat kecepatan berenangnya, Ulan mungkin masih bisa finish di tempat pertama dan jadi juara, tapi waktu tempuhnya sama 100 detik atau bahkan lebih lama. Berarti kompetensinya tidak lebih baik. Jadi, dalam bertanding selain bersaing dengan teman-teman, yang terutama adalah berkompetisi dengan diri sendiri untuk jadi lebih baik. Paham?”
“Hmmm…paham-paham, Yah!”
Dengan bahasa lain, berkompetisi bukan sekedar bersaing dan mengalahkan lawan, namun yang terutama adalah mengalahkan keterbatasan diri untuk menjadi lebih baik.
Itu dalam hal berenang. Bisa juga lho dalam hal belajar. Bagi ayah bunda yang telah melihat raport anak yang baru dibagikan minggu kemarin bolehlah tak disimak hanya ranking dan angka-angka lain disana. Mungkin perlu juga diamati apakah si anak berperilaku lebih baik, lebih mampu mencari solusi atas masalah yang dihadapinya, atau lebih mandiri. Berhasil dalam kompetisi yang tergambar dalam nilai atau angka semestinya terwujud dalam perilakunya. Itu baru kompeten…
Bukan begitu, ayah bunda?

griajakarta b1/26 ~ 28 Des 2012

bacaan terkait:

Sabtu, 22 Desember 2012

MALAIKATMU ITU...


Suatu pagi seorang bayi siap untuk dilahirkan ke dunia. Dia berdialog dan bertanya kepada Tuhan.

“Para malaikat di sini mengatakan bahwa besok Engkau akan mengirimku ke dunia, tetapi bagaimana cara saya hidup di sana? saya begitu kecil & lemah”, tanya si bayi.

AKU sudah memilihkan 1 malaikat untukmu. Ia akan menjaga dan mengasihimu”, jawab Tuhan, welas asih.

Tapi di sini di dalam surga apa yang pernah kulakukan hanyalah bernyanyi dan tertawa. Ini sudah cukup bagiku”

Malaikatmu akan bernyanyi dan tersenyum untukmu setiap hari dan kamu akan merasakan kehangatan cintanya dan menjadi lebih berbahagia

Dan bagaimana saya bisa mengerti saat orang-orang berbicara kepadaku, jika saya tidak mengerti bahasa mereka?”, si bayi masih penasaran.

Malaikatmu akan berbicara kepadamu dengan bahasa paling indah yang pernah engkau dengar dan dengan penuh kesabaran dan perhatian dia akan mengajarkanmu bagaimana cara berbicara”, jawab Tuhan member solusi.

Apa yang akan saya lakukan saat saya ingin berbicara kepadaMU?

Malaikatmu akan mengajarkanmu bagaimana cara berdoa

Saya dengar bahwa di bumi banyak orang yang jahat. Siapakah nanti yang akan melindungi saya?

Malaikatmu akan melindungimu walaupun hal itu akan mengancam jiwanya”, balas Tuhan menenangkan.

Tapi saya pasti akan sedih karena tidak melihatMU lagi

Malaikatmu akan menceritakan padamu tentang-KU dan akan mengajarkan bagaimana agar kamu bisa kembali kepada-KU, walaupun sesungguhnya AKU akan selalu berada di sisimu

Saat itu surga begitu tenangnya sehingga suara dari bumi dapat terdengar dan sang bayi pun bertanya perlahan, "Tuhan, jika saya harus pergi sekarang, bisakah Engkau memberitahuku nama malaikat tersebut?"

Jawab Tuhan, "Kamu akan memanggil malaikatmu: IBU


- anonim -


-----

Selamat hari ibu…. Semoga gelar 'surga di bawah telapak kaki ibu' bukan slogan semata…

griajakarta-b1/26, 22/12/12

Selasa, 18 Desember 2012

RANKING 3..SO, WHAT NEXT?


Sebuah pesan terkirim ke Blackberry bunda Ulan. Dari guru kelas Ulan yang menginformasikan bahwa semester ini Ulan termasuk dalam ranking 3 besar paralel jenjang tiga. Alhamdulillah…bunda yang senang lalu memberitahu Ulan, yang langsung memprotes begitu ia selesai membaca SMS itu.
“Ih, Bunda, kenapa memberitahu aku? Kata ustadzah kan jangan dikasih tahu anaknya dulu. Kalau aku baru tahu pas dipanggil, kan surprise jadinya!”
Rupanya bunda tidak membaca SMS lanjutan untuk menahan diri agar tidak menginformasikan berita tersebut kepada sang anak. Mungkin saking sukanya, bunda terlupa. Wajar bila bunda senang dan bangga kalau anaknya dapat ranking, wong itu sebuah pengakuan kok. Si anak pun merasa surprise dan gembira upayanya diakui dan membuat orangtua bangga. Bahkan Ayah Ulan yang tak terlalu peduli dengan ranking kelas pun merasa lega karena pengajaran yang diyakininya, yaitu bermain = berlajar dan belajar sambil bermain, membuahkan hasil. Setidaknya secara kuantitas.

Setelah juara 3, apa selanjutnya?

Menarik untuk menyimak artikel Iwan Pranoto, Guru Besar ITB, di harian Kompas 14./12/12: Kasmaran Berilmu Pengetahuan. Beliau mengatakan:
‘…para siswa yang mempelajari mata pelajaran berdasarkan kurikulum baru harus berproses memahami mata pelajaran itu untuk mengembangkan ketrampilan yang relevan dengan jaman sekarang. Misalnya, mampu berpikir kritis dan merumuskan pertanyaan atau menyampaikan argumen secara runtut, tertata, dan meyakinkan orang lain.
Peserta didik juga perlu mengembangkan sikap-sikap universal, seperti gigih, berpikir luwes, dan menghargai hak orang lain untuk berbeda pendapat…’
Pernyataan di atas sejalan dengan hasil dari proses belajar yang oleh Munif Chatib dalam buku Orangtuanya Manusia dikategorikan dalam tiga bagian, yaitu: perubahan perilaku anak menjadi lebih baik (behaviourism/affective), perubahan pola pikir (cognitivism), dan membangun konsep atau gagasan baru (constructivism/creativism) [baca: http://busur-panah.blogspot.com/2012/10/belajar-apa-hasilnya.html].

Maka, ketika Ayah Ulan mengapresiasi prestasi tersebut dan menantang sang anak untuk berkompetisi dengan dirinya sendiri menjadi lebih baik – bukan hanya sekedar angka peringkat, Ulan tak lagi kaget. Ia memang sudah tahu peringkat bukanlah tujuan utama belajar. Ia lebih ditekankan untuk menjadi seorang pembelajar [baca: http://busur-panah.blogspot.com/2012/07/ranking-kompetisi-dan-apresiasi.html]. Setelah berdiskusi ia pun setuju menjadi seorang pembelajar yang bukan sekedar mencari angka dengan kesepakatan sebagai berikut:
1.    Ulan harus mampu melerai teman-teman yang berselisih. Ini mengeksplorasi karakter Ulan yang plegmatis, tak suka konflik dan mampu menjadi penengah yang baik. 
2.  Kalau menginginkan sesuatu harus disertai dengan penjelasan kenapa barang itu diminati dan apa manfaatnya untuk meyakinkan orangtua serta apa mungkin dibuat sendiri. Ini dimaksudkan untuk mengajaknya berpikir logis, runtut, belajar beragumentasi, dan mencari alternatif.
3.    Mulai bulan Januari, Ulan akan diberi uang saku selama 1 minggu yang diberikan tiap hari Senin. Ulan mesti mengatur sendiri pengeluarannnya. Tidak ada penambahan uang saku jika uang tersebut habis sebelum hari Senin. Hal ini melatih anak untuk mandiri dan  menentukan prioritas dalam memenuhi kebutuhannya.
4.    Komitmen dan konsisten dengan apa yang sudah dipilih. Ini untuk mengingatkan sang anak agar tidak sekedar ‘ikutan teman’ dalam memilih bidang yang ia sukai.  
5.    Sesekali – jika ayah atau bunda bertanya – Ulan bercerita tentang teman-temannya. Ini bermanfaat untuk mengetahui dengan siapa saja si anak berteman sekaligus melatihnya untuk mengetahui karakter orang.
Seru kan?

“Di rumah Ayah dan Bunda kan selalu mengajak Ulan untuk selalu berani. Tidak pernah menakuti-nakuti”, ujar ayah. “Tapi, Ulan kadang-kadang masih ingin ditemani kalau tidur. Selain di rumah, waktu yang lama adalah di sekolah, maka kalau di rumah pengajarannya sudah benar, berarti ada yang salah selama di sekolah. Mungkin gurunya yang tidak sengaja menakuti-nakuti atau dari teman-teman Ulan yang mempengaruhi. Jadi, kalau belum bisa menimbulkan keberanian sendiri (baca: mandiri), tidak ada gunanya bersekolah. Bagaimana menurut Ulan?”

Ayah Ulan memberikan dua pilihan untuk mandiri dengan berani tidur di kamar sendiri atau ‘berhenti sementara’ bersekolah. Ayah Ulan tahu sang anak sangat berbahagia di sekolah, senang bertemu dengan teman-temannya, suka bercerita kepada guru. Jadi, sebenarnya sang anak hanya punya satu pilihan yang telah ia tentukan.
Si anak berpikir keras. Ia tahu apa yang dimaksud oleh ayahnya. Menimbang-nimbang, ia pun lekas berujar:

“Iya deh! Aku mau tidur sendiri. Tapi, Bunda mesti menemani aku dulu sebelum pindah ke kamar sendiri”

Sipp! Learning to be learners has being started

griajakarta besatuduaenam, 18/12/12

Selasa, 11 Desember 2012

ULTAH TAK HARUS DENGAN LILIN DAN BALON

Ah, kaget juga ketika menyadari kalau belum mendokumentasikan cerita ulang tahun Ulan yang ke-8 menjadi tulisan dalam blog. Meskipun dalam bentuk buku selalu terekam.

Sejak di kelas playgroup ulang tahun Ulan selalu dirayakan bersama teman-temannya. Tidak seperti perayaan ulang tahun pada umumnya yang dilengkapi kue ultah, lilin, balon, dan mungkin seorang badut, ulan tahun Ulan selalu dibuat bertema dan insyaAllah mendidik.

Pada ulang tahun ke-4 – saat Ulan kelas TK A, ketika anak-anak mulai belajar mengenal huruf, pesta ulang tahun dirayakan dengan mengajak teman-teman untuk mencocokkan undangan yang diberi inisial nama mereka masing-masing dengan sebuah bingkisan. Bingkisan tersebut berupa tas kain goody bag yang di salah satu sisinya dijahit berupa huruf. Goody bag yang berisi snack tersebut disebar ke sebuah ruangan untuk dicari oleh anak-anak dengan mencocokkan huruf di undangan dan bingkisan. Sambil bermain, anak pun belajar huruf.

Menarik kan?

Tema ulang tahun ke-5 adalah mendongeng. Dongeng sangat disukai oleh anak-anak, apalagi yang mendongeng adalah orangtua sendiri. Mendongeng mampu menciptakan jalinan ikatan antara orangtua dan anak, membangkitkan rasa ingin tahu anak, member informasi, mengajarkan tanpa menggurui, dsb. Tujuan tersirat acara ini memang mengajak orangtua untuk rajin mendongeng kepada anak. Dongeng untuk ultah kali ini bercerita tentang kisah hewan dalam al Qur’an.

Sebelumnya masing-masing teman Ulan diminta memilih kisah hewan apa yang disukainya. Kemudian Bunda Ulan menggambar hewan tersebut dalam kaos disertai surah dan ayat berapa kisah tersebut tercantum dalam al Qur’an. Kaos itu adalah salah satu bingkisan di ulang tahun kelima ini, selain buku cerita tentang kisah hewan-hewan tersebut yang ditulis oleh Ayah Ulan. Di dalam buku tersebut juga tertulis manfaat dan panduan mendongeng. Jadi, sampai di rumah ayah bunda bisa langsung praktek mendongeng.

Ada kabar menarik. Salah satu teman Ulan, Farrel, yang memilih kisah tentang sapi betina saking senangnya tak mau melepas kaos bergambar sapi betina tersebut.

Ulang tahun ke-6 bertema memasak dengan tajuk Happy Cooking: Me, Fruit & Veggie. Pada undangan disertai permintaan untuk membawa celemek. Itu membuat mereka penasaran.

Selain mengajak anak-anak untuk suka makan buah dan sayur karena sedang dalam masa pertumbuhan, juga untuk mengeksplorasi kemampuan peran dan kinestika anak. Terbagi dalam beberapa kelompok, salah seorang diantara mereka berpura-pura belanja buah dan sayur untuk diolah menjadi 2 menu: dadar gulung isi sayuran segar dan salad buah saus jeruk. Mereka sendiri pula yang mengiris buah menjadi bentuk kotak-kotak kecil dan tipis, memotong sayur, mengaduk, dan menikmatinya.

Ulang tahun ke-7 berupa drama yang bercerita tentang seorang anak yang ingin meng-kloning supaya tidak merasa repot menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. Jadi, ada yang bertugas membersihkan kamar, membantu ibu, mengerjakan PR, dsb. Ulan dan teman-temannya sudah berlatih peran untuk pertunjukkan ini. Rencananya drama ini akan ditampilkan di depan ayah bunda mereka. Sayangnya, hari H-nya bertepatan dengan liburan sekolah. Para pemerannya pun berlibur, sehingga drama batal ditampilkan.

Pada ulang tahun berikutnya Ulan meminta tema tentang petualangan. Mengingat animo teman-teman Ulan pada permainan Haunted House beberapa waktu lalu, tema ulang tahun ulan ke-8 ini pun disesuaikan dengan minat mereka. Konsepnya berupa permainan bajak laut berburu harta karun, Treasure Hunt.

Setiap anak dibagi dalam beberapa kelompok yang masing-masing berlomba mencari harta karun sesuai petunjuk atau kode yang mereka temukan. Ada 3 skenario untuk menuju lokasi harta karun itu. Tidak sulit sebenarnya menemukan lokasi harta karun tersebut, namun tidak juga terlalu mudah karena masing-masing kelompok mesti memecahkan kode-kode tertentu berupa puzzle, pengetahuan umum, dan soal-soal yang berkaitan dengan pelajaran mereka di sekolah. Sambil bermain, mereka tetap belajar. Agar sesuai tema dan menjiwai peran, teman-teman ulan disarankan memakai kostum bajak laut.

Seru kan?

Malam hari saat menyusun skenario, ulan berujar, “Aku sudah tak sabar nih! Apa kira-kira bajak lautnya bisa temukan harta karun, nggak ya?”

Mau tahu? Ikuti saja kisahnya... (untuk kisah Treasure Hunt, silakan download file ini: http://www.4shared.com/office/cBa3sX0L/treasure_hunt_on_8th_birthday_.html)




Semoga memberi inspirasi

gria jakarta b1/26, 11/12/12