Sabtu, 17 November 2012

FUN MATH LEARNING

Asyikkk! Dapat voucher Carrefour dari kantor karena masuk di liburan lebaran beberapa bulan lalu. Lumayan kan buat belanja bulanan? Eitt! Ketika buka-buka buku matematika pelajaran Ulan, tercetus sebuah ide permainan dan pembelajaran.Apa itu?


Pada bab 3 buku teks Matematika tercantum pelajaran tentang uang. Tertulis tujuan pembelajaran pada bab itu adalah agar siswa mampu memecahkan masalah perhitungan termasuk yang berkaitan dengan uang. Dimulai dari pengenalan jenis mata uang rupiah dan nominalnya, cara penulisan dan membacanya, sampai soal-soal yang berbentuk cerita seolah-olah anak berbelanja ke warung atau toko. Nah, ketimbang hanya membayangkan belanja di toko, mending langsung saja menuju TKP.

Berbekal alat tulis dan 1 voucher dengan nominal Rp 100.000, Ulan siap belajar matematika sambil berbelanja. Ia boleh berbelanja apa saja dengan syarat barang tersebut dibutuhkan dan masing-masing hanya 1 macam. Karena nominal yang terbatas, ia harus pintar memilih barang menurut prioritas dan menjumlahkan harga tiap item yang dia pilih agar tidak melebihi jumlah tersebut.

Ia pun berkeliling mencari item barang yang sudah ditulis lebih dahulu di rumah. “Supaya terencana”, katanya. Pasta gigi, toothbrush, shampoo, sunblock, coklat, cococrunch masuk ke keranjang belanja. Sejenak berhenti untuk menjumlahkan agar total harga tak banyak berlebihan. Bangkit dan belanja lagi. Karena kebutuhannya tak banyak, ia sempat bingung ketika masih banyak uang tersisa. Lalu mengambil barang yang sebenarnya bukan kebutuhannya, namun kerap ia lihat ketika ikut ayah-bundanya berbelanja. Setelah selesai belanja, hasil perhitungannya akan dicocokkan dengan struk belanja dari kasir.

Seru kan?

Aktifitas ini sangat menyenangkannya. Tidak hanya duduk diam sambil membayangkan, namun aktif bergerak dan mengamati. Pas, dengan kecenderungan gaya belajarnya yang visual dan kinestetik. Selain tujuan pembelajaran di atas, beberapa manfaat yang bisa diperoleh dari aktifitas ini adalah:
  1. Anak belajar tentang ‘uang’ yang tidak disebutkan di buku teks, yaitu berupa voucher belanja yang hanya berlaku dalam lingkup waktu dan tempat yang terbatas (hmm..ini sesuai dengan ‘visi’ ayah agar Ulan tidak hanya terpatok pada buku teks, he..he..)
  2. Anak belajar merencanakan dan menentukan prioritas
  3. Belajar memecahkan masalah dan berempati. Ketika total harga belanja berlebih, ia mesti segera merevisi. Sebaliknya, ketika masih banyak tersisa, ia harus menentukan item barang yang dibutuhkan dan harus dibeli. Ulan pun memilih item barang bukan miliknya, tapi biasa dibeli oleh bundanya. Empati kan?
  4. Belajar tentang diskon harga. Total harga yang dijumlahkan oleh Ulan tidak sama dengan struk belanja karena ada diskon untuk beberapa item barang.
  5. Memberi kepercayaan dan tanggung jawab kepada anak untuk menentukan sendiri item barang dan berbelanja sendiri akan membuatnya merasa dihargai.

Semoga dengan belajar dan belanja ini, Ulan makin mengerti dan memahami perhitungan matematika dan penerapannya.

Hmm..berikutnya tema apa lagi ya? Kasih ide ya…

gj b1/26 ~ 16 nov 2012

Minggu, 11 November 2012

TENTANG PR


“PR itu mestinya membuat anak jadi pintar, bukan malah menyusahkan!”, celetuk ibu Agus dalam film Cita-citaku Setinggi Tanah (thanks to endahNrhesa for The Gala Premeire & 24 free vouchers).

Salah satu cara guru untuk memastikan anak-anak didiknya belajar dan memahami pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah memberikan tugas tambahan yang dikerjakan di rumah. Itu namanya PR, pekerjaan rumah. Mungkin bagi si anak yang telah bersekolah seharian, PR amat mengganggu karena menyita waktu bermain bersama teman dan bersantai bersama keluarga. PR menambah beban anak dan mengurangi interaksi yang wajar kepada teman dan keluarganya.

Ternyata, PR sekolah anak juga berpotensi mengganggu orangtuanya. Seringkali kita dengar keluhan orangtua yang harus menemani anak mengerjakan tugas sekolahnya setelah sehari penuh bekerja di kantor. Bahkan ikut mengerjakannya ketika sang anak sudah merasa suntuk dan kecapekan. Jika demikian, PR menjadi tidak adil bagi keduanya. Tidak membuat pintar, tapi malah menyusahkan.

Lagu, bagaimana PR itu seharusnya? 

PR sebenarnya wajar diberikan guru kepada siswanya dengan batasan-batasan tertentu. Menurut Munif Chatib dalam buku Orangtuanya Manusia, PR seharusnya:

1.    Student Centre, bukan Teacher Centre
Student Centre maksudnya PR diberikan berdasarkan beban kerja siswa, bukan berdasarkan beban kerja pengajar. Jika dalam satu hari ada 5 bidang studi dan masing-masing guru memberikan PR, siswa akan menerima lima beban PR pada hari itu. Itu yang disebut teacher centre. Mestinya, anak hanya menerima beban yang sesuai sehingga tidak semua guru member PR pada hari itu.

2.    PR berupa proyek yang menyenangkan
Banyak PR berbentuk mengajarkan soal-soal di lembar kerja siswa (LKS) dengan ranah kognitif, yang berarti hanya melanjutkan tugas yang belum selesai di sekolah untuk dikerjakan di rumah (wajar bila anak bosan dan terganggu). Akan lebih menarik dan menstimulasi unsur belajar lainnya dari sang anak (selain kognitif, ada juga perilaku dan konstruksi konsep) jika tugas yang diberikan berupa project yang berhubungan dengan kompetensi dasar yang diharapkan tuntas pada setiap bidang studi. Proyek bisa dilakukan secara berkelompok dan dikumpulkan dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu dua minggu. Menceritakan tentang cita-cita sebagai PR bidang studi bahasa Indonesia dalam film Cita-citaku Setinggi Tanah adalah salah satu contoh sebuah PR proyek.

Contoh lainnya:
·        Melakukan riset sosial dengan tema sesuai kompetensi dasar bidang studi
·        Analisa sinteron televisi, yaitu untuk mengetahui karakter positif, karakter negatif, alur cerita, inti pesan, dan akhirnya menyimpulkan apakah sinetron tersebut layak tayang dan dilihat atau tidak.
·        Membat inventarisasi dapur, yaitu melatih kemampuan anak dalam berhitung dan memilah dengan cara mencatat benda-benda yang berada di dapur.
·        Dll.

Nah, tahukan beda PR yang berupa project kompetensi dan PR yang hanya meneruskan pekerjaan yang belum selesai di sekolah?

Dengan memodifikasi tugas sedemikian rupa sehingga menjadi lebih menyenangkan dan yang menghargai hak-hak anak yang lain, tujuan PR untuk membuat anak pintar dengan tidak membuat anak dan orangtuanya susah insyaAllah mudah tercapai.

GJ b1/26 ~ 11/11/12