Sabtu, 29 Oktober 2011

BIJAK-NYA SANG ANAK

14/09/10
Melihat bundanya sedang sibuk membuat alat peraga dan menggambar untuk permainan Ulan dan teman-temannya, ia berceletuk:
"Didik anak itu susah ya, Bunda? Aku bisa bantu apa, Bunda?", lanjutnya.
Woalah..si anak, bijak banget ya!
------------------------------------
Bagaimana menjawab pertanyaan ini, ayah-bunda? Sulitkah mendidik anak-anak kita? Sesungguhnya tak sulit kok mendidik anak karena mereka cenderung meniru perilaku kita, orangtua atau orang terdekatnya. Bukankan Nabi pernah bersabda bahwa setiap anak lahir dalam kondisi fitrah seperti kertas putih bersih yang kosong, dan kita-lah (dan lingkungan) yang membentuk warna-warninya? Kalau kita inginkan merah, ia akan jadi merah. Kalau mau warna pelangi pun bisa.
‘Gampang’, bukan?
Yang sulit justru adalah adalah menjaga perilaku kita sehingga bisa diteladani oleh sang anak secara positif, yang susah adalah menahan obsesi agar anak mengikuti keinginan orangtua dan mengabaikan minat dan passion anak, yang rumit adalah menahan godaan untuk merasa lebih tahu tentang masa depan anak dan memaksakan kehendak terhadap anak.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, pun tak tenggelam dimasa lampau
(kahlil gibran)
Nah, ayah-bunda, langkah pertama agar anak mudah dididik adalah membenahi perilaku kita lebih dahulu. Sehingga anak selalu mencontoh yang terbaik dari orang terdekatnya (baca juga: http://busur-panah.blogspot.com/2011/08/ayah-bunda-perbaiki-perilakumu.html)
------------------------------------
Bunda memeluk Ulan dan menjawab,”Apa selama ini anak merasa bahagia atau ketakutan dan terkekang?”
Ulan dengan cepat menjawab,”Bahagia-lah, Bunda!”
“Itu artinya selama ini Ayah dan Bunda tak merasa sulit mendidik Ulan”.

(taken from: qaulan sadiida on facebook: bercermin pada anak-anak..)

Selasa, 25 Oktober 2011

TUMBUHKAN CINTA, RANGKULLAH ANAK-ANAKMU!


Yusuf Muhammad Efendy (Penulis buku “Ayah Juara – 7 Hari Menjadi Ayah Qur’ani”. Kini tinggal di San Francisco, Amerika)
KETIKA ada kolega saya datang dari Jepang, mereka mengajak ke restoran  sushi yang sangat terkenal. Tentu dijamin cukup mahal ongkosnya. Sekali makan bisa habis 500 dollar. Restoran yang dikenal dengan nama Uzen ini terletak di kota Berkeley, dekat kota San Francisco. Tepatnya di Jalan Collage Avenue, di sebelah perpustakaan kota Berkeley. Daerah yang ramai dihuni orang kulit putih yang kaya dan berpendidikan.
Sambil ngobrol kanan kiri tentang bisnis, terkadang kita saling melemparkan isu di luar tema pekerjaan, hingga masalah anak-anak.
“Ichiban ue no kodomo ha nansai desuka? (Berapa umur anak paling tua),” demikian penulis mengajukan sebuah pertanyaan.
“Sekitar 15 tahun-an,” ujarnya dalam bahasa Jepang.
“Sotoni aruitara, kare no tewo kuminagara, arukimasuka?” (Apakah pernah menggadeng tangan anak Anda, ketika sedang jalan-jalan keluar rumah?)
Mungkin ini pertanyaan kurang menarik. Namun penulis berpikir, ini sebuah pertanyaan sederhana dan masuk akal.  Setidaknya, ingin lebih tahu banyak tentang kebiasaan sehari-hari orangtua di Jepang dalam mendidik anak-anak mereka. Sayang, jawabannya tak sesuai dengan yang penulis inginkan. Mereka justru tertawa lebar  sembari mengatakan:
Soreha muri, mata okasii dayo.” (Itu adalah hal yang tidak mungkin, mustahil).
Perilaku memeluk, menggandeng anak adalah sesuatu yang dianggap aneh baginya.
“Kami tidak mungkin memegang pundak, memeluk anak-anak kami, apalagi menggandeng tangan anak kami ketika berjalan bersama,” tambahnya.
Fenomena ini kelihatannya mirip dengan di Indonesia. Bisa jadi itu adalah fenomena yang mungkin juga terjadi di kebanyakan keluarga. Seorang ayah tidak terbiasa memeluk anak-anaknya ketika mereka tumbuh dewasa. Sehingga memegang pundak, merangkul dan mendekapnya adalah sebuah fenomena langka. Bahkan mungkin sudah dianggap tidak wajar alias alias prilaku aneh bagi orangtua dan anak.

Minggu, 23 Oktober 2011

‘DEEP BLUE’ vs IMAGINATION

Deep Blue adalah sebuah komputer canggih buatan IBM yang didesain dan diprogram khusus untuk bermain catur. Deep Blue menyimpan lebih dari 4000 posisi permainan, merekam 700000 pertandingan catur grand master, dan mampu mengevaluasi 100 juta kemungkinan posisi per detik (versi terbaru bisa membaca sampai 200 juta per detik).
Tak heran, Deep Blue adalah ‘grand master’ baru dalam percaturan catur Internasional. Ia mengalahkan banyak grand master catur.
Pada February 1996, diadakan eksibisi pertandingan catur antara Deep Blue vs Gary Kasparov, Grand Master International. Dalam eksibisi itu Gary Kasparov mengalahkan Deep Blue dengan score 4 – 2[i]. Apa yang tidak dimiliki oleh Deep Blue dengan semua kecanggihan dan kelebihannya adalah kemampuan berimajinasi. Dengan imajinasilah, Gary Kasparov selalu dapat menciptakan berbagai langkah baru yang belum dimasukkan dalam program komputer Deep Blue.
----------------------------------
 “Imagination is more important than knowledge”, ucap Albert Einstein. Pengetahuan dibatasi oleh fakta yang telah diketahui dan dipahami, sedangkan imajinasi melingkupi seluruh misteri semesta yang kelak akan diketahui dan dipahami. Sesungguhnya imajinasilah yang membentuk pengetahuan. Buah apel yang jatuh di hadapan seorang pemuda yang terkantuk-kantuk hanya akan menjadi sebuah fakta buah yang jatuh. Namun dengan berimajinasi, Sir Isaac Newton mampu memformulakan fakta itu dalam bentuk teori gravitasi.
Imajinasi mampu melewati ruang dan waktu. Jika hanya berkutat pada saat dan tempat dimana ia berada, Jules Verne tak akan mampu membuat buku yang menginspirasi orang-orang ‘menyelam’ ke dasar laut dan bumi (A Journey to the Center of the Earth dan Twenty Thousands Leaugues Under the Sea), jalan-jalan ke ruang angkasa dan mengunjungi bulan (Around the Moon), dan berkeliling dunia dalam waktu yang cepat (Around The World in Eighty Days).
Contoh berimajinasi yang spektakuler dewasa ini adalah kemampuan JK Rowling dalam menulis cerita Harry Potter. Cerita ini menyihir dunia, menciptakan antrian dan animo untuk mengetahui lanjutan kisahnya. Membuka ruang-ruang baru yang bisa dimanfaatkan secara ekonomi: film, fans atau komunitas, asesoris, games atau permainan, franchise, dan lain-lain. Bahkan dari hasil imajinasi itu kekayaan JK Rowling konon melebihi kekayaan Ratu Inggris.
Hmm...siapa bilang berimajinasi tak sanggup mengubah kehidupan?
Yuks, ayah-bunda kita dukung anak-anak kita berimajinasi sehingga mampu menjadi pribadi yang kreatif dan percaya diri.
...berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab pada mereka ada alam pikiran tersendiri.
Patut kau berikan rumah untuk raganya, tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan...
Sipp!


[i]  Dalam rematch yang kontroversial, Gary Kasparov dan Deeper Blue (versi upgrade dari Deep Blue) saling mengalahkan

Jumat, 21 Oktober 2011

EMPATI SANG ANAK

EDISI SEPRAI
 02/05/11 – 06.36
(status ini diberi ‘Like’ oleh Estee Sugesty, Ni Made Sri Andani, dan Atik Zizack, serta dikomentari oleh Yudi Adhitiya dan Estee Sugesty)
Kamar baru Ulan membutuhkan seprai baru pula untuk alas tidurnya. Maka, bunda membongkar-bongkar inventori mencari stock seprai yang ada. Rupanya ada beberapa yang masih bagus dan layak. Setelah mengamati dengan seksama (ceilee, segitunya, he..he..), dipilihlah satu seprai buat Ulan dan satu buat mbak Suci.
"Ulan pakai seprai yang motif ini saja”, saran bunda. “Yang satu bahannya keras, nggak enak buat tidur. Nah, yang itu buat mbak Suci saja, ya?", lanjut bunda.
"Ih, Bunda. Kan nanti mbak Suci juga merasakan hal yang sama!", jawab Ulan, mantap!
 
EDISI PISANG BAKAR
16/06/11 –20.58
(status ini diberi ‘Like’ oleh Budi Utami, Nining Daryati, Elis Miliarsih, Hady Sys, dan Estee Sugesty)
Beberapa hari ini Ulan ketagihan pisang dan roti bakar. Sepulang kerja, biasanya Ulan mengajak ayah untuk beli makanan favoritnya itu. Mumpung hari ini lagi ingin makan di luar, kami pun pergi ke warung pisang bakar di depan kompleks Gria. Makan disana sambil menikmati malam yang terang. Puas makan, bersiaplah pulang. Eh, tiba-tiba Ulan nyeletuk:
“Jangan lupa pisang bakar buat mbak Suci, ya Yah! Mbak Suci kan juga keluarga kita", ujarnya mengingatkan.
Ah, sukanya bila anak sudah punya rasa empati & berbagi. Sipp! ..;)
 
EDISI FLASHING ROLLER
24/07/11 – 07.58
(status ini diberi ‘Like’ oleh Avika Anggun, Meilina Fitriawan, dan Nia Indriyani)
Si Ulan ingin punya flashing roller, sepatu beroda yang lagi ngetrend sekarang, dan si ayah sudah berjanji & berniat membelikannya. Tapi kemudian si anak menundanya sendiri untuk memiliki barang itu.
"Kapan-kapan saja, Yah, belinya. Tadi kan Ayah sudah ajak aku bersenang-senang, beliin kartu untuk main di Time Zone, makan, nonton Arthur 3. Nggak apa-apa kok! Aku bisa pinjam teman, nanti kalau sudah punya kan langsung bisa", katanya setelah menghitung uang yang sudah dikeluarkan si ayah.
Satu adegan yang mengesankan. Empati dan sikap memilih prioritas ini bisa dipelajari dengan latihan dan contoh. Begitukah ayah bunda?
------------------------------------
Empati adalah kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi,  dan merasakan perasaan orang lain. Empati adalah suatu ketrampilan yang biasanya tidak secara khusus diajarkan di sekolah. Awal masa prasekolah bisa menjadi masa yang sulit bagi anak-anak karena mereka memasuki dunia bermain dan bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Biasanya anak-anak tersebut suka merebut mainan temannya atau tidak mau berbagi.
Bagaimana membangun proses empati pada anak-anak?
1.    Mendiskusikan perasaan dengan Anak.
Mengenali emosi adalah langkah awal membangun empati. Perkenalkan konsep perasaan sejak dini kepada anak. Saat anak menunjukkan perasaan yang kuat, misalnya marah, katakan nama emosi tersebut. Hal ini akan membantunya mengenali kapan ia merasa sedih, jengkel, bahagia, bosan, dsb.
Bicarakan pula perasaan anda terhadap anak. Misalnya, jika ia marah dan memukul anda, katakan kalau anda marah dan dipukul itu menyakitkan. Biarkan dia tahu bahwa setiap orang memiliki perasaan.
2.    Contoh dari Orangtua
Orangtua adalah guru terpenting bagi anak-anaknya. Seorang anak akan belajar dan melihat bagaimana orangtua bereaksi terhadap situasi tertentu. Bila orangtua menunjukkan empati pada anak saat dia marah atau sedih, maka anak akan belajar dan mulai menunjukkan empati kepada orang lain. Bila orangtua gemar membantu orang lain, anak akan belajar untuk segera mengulurkan tangan untuk membantu orang lain.
(baca juga: http://busur-panah.blogspot.com/2011/09/mencontoh-dari-yang-terdekat.html)
 
Selamat belajar dan mengajar empati, ayah-bunda! 

Sabtu, 15 Oktober 2011

NELAYAN DAN BISNISMAN

Seorang eksekutif sebuah perusahaan besar sedang menikmati liburan di sebuah perkampungan pantai yang eksotik. Ia menyempatkan diri berlibur di sela-sela waktunya yang padat agar pikiran dan tenaganya lebih fresh saat kembali kerja nanti.
Saat berjalan-jalan di pinggiran pantai di sore hari, ia bertemu dengan seorang nelayan yang baru kembali dari laut. Dalam perahu nelayan ada beberapa ekor yellow fin tuna. Iseng-iseng, ia bertanya:
“Baru dari laut nih, Pak? Bagaimana tangkapan hari ini?”
“Lumayan untuk hasil kerja beberapa jam, Tuan”, jawab sang nelayan.
“Kenapa tidak lebih lama sedikit disana? Pasti hasilnya lebih banyak”.
“O..ini cukup untuk makan keluargaku hari ini dan esok”, lanjutnya.
“Lalu, sisa waktu hari ini Bapak lakukan untuk apa?”, tanya sang eksekutif, ingin tahu.
Si nelayan menjawab dengan mantap,”Sore hari aku habiskan waktu bersama anak-anakku, bercanda dan bermain bersama mereka. Bahkan aku masih sempat bersama mereka belajar untuk pelajaran esok hari di sekolah. Setelah itu aku bercengkerama bersama istriku menikmati malam yang indah. Dan berjalan-jalan mengunjungi para teman dan tetangga, mengobrol dan bergembira bersama mereka. Kami punya kehidupan yang cukup sibuk, Tuan!”
Si eksekutif tersenyum meremehkan, ”Saya seorang eksekutif bisnis, bisa membantu Bapak bisa lebih sukses dan menikmati hidup yang lebih nyaman. Mulai sekarang Bapak lebih banyak menghabiskan waktu di laut untuk menangkap ikan. Ambil beberapa untuk kebutuhan keluarga, dan sisanya dijual. Jika sudah punya cukup modal, kita beli beberapa boat yang lebih besar untuk menangkap ikan lebih banyak. Lalu kita perlu bikin website untuk memperluas jangkauan pemasarannya dan rencana jangka panjang untuk keperluan pinjaman modal dari bank”.
“Terus?”, tanya si nelayan.
“Daripada dijual ke perantara, kita bisa menjual langsung ke pengolah ikan. Untung yang diperoleh lebih besar. Bahkan, jika perlu, kita bikin sendiri pabrik pengolahan. Jadi, Bapak bisa mengontrol sendiri produk, proses, dan distribusi”, sarannya. “Beberapa waktu kemudian Bapak bisa pindah ke kota besar mencari peluang untuk pengembangan bisinis. Tugas-tugas operasional tadi bisa didelegasikan atau di-outsource ke pihak ketiga”.
“Aku pasti sangat sibuk mengurusnya dan akan menghabiskan waktu-waktu berhargaku di sore dan malam hari seperti biasa”, tukas sang nelayan.
“Itu cuma sementara kok!”
“Berapa lama itu, Tuan?”
“Kurang lebih 15 – 20 tahun”.
“Setelah itu apa lagi, Tuan?”. Sang nelayan ingin tahu kelanjutan paparan tersebut.
Si eksekutif tersenyum lebar dan tertawa, “Ini bagian terbaiknya. Pada saat yang tepat, Bapak umumkan IPO dan menjual saham perusahaan ke publik...dan jadi jutawan kaya raya!”.
“Jutawan? Kaya raya? Terus...”
“Nah, Bapak bisa pensiun menikmati hidup”, ujar si eksekutif bisnis. “Lalu pindah ke kota kecil di tepi pantai yang eksotik dan tenang, jauh dari keriuhan kota besar. Bapak akan punya cukup waktu bersama anak dan cucu, bercanda dan bermain bersama mereka. Bahkan saya yakin Bapak masih akan sempat bersama mereka belajar untuk pelajaran esok hari di sekolah. Setelah itu Bapak bisa  bercengkerama bersama istri menikmati malam yang indah. Dan berjalan-jalan mengunjungi para teman dan tetangga, mengobrol dan bergembira bersama mereka”.
----------------------------------
Banyak yang mencoba mengejar kesuksesan dan kebahagian dengan mengorbankan kebahagiaan yang justru telah tampak di depan mata. Bahkan sudah pernah dijalani.
Ayah-bunda, seringkali dengan dalih ingin membahagiakan anak-anak, kita bekerja keras sepanjang waktu mengabaikan kedekatan dengan anak. Padahal, keakraban dan kedekatan itulah yang justru  membuat anak-anak kita bahagia.
Bagi mereka, dan mungkin sebenarnya bagi kita, kebahagiaan itu tampak sederhana. Tak rumit memperoleh dan menjalaninya. Yuk, ayah-bunda hari ini libur ini kita manfaatkan waktu bagi kebahagiaan mereka.