Sabtu, 17 Desember 2011

NILAI DAN BUKU RAPOR


Minggu-minggu ini mungkin banyak orangtua cemas menantikan hasil belajar anak-anak mereka selama semester pertama. Adakah warna merah di rapor anakku? Apakah nilai-nilainya dibawah rata-rata kelas? Bagaimana rankingnya?. Ya..ya.. mereka sedang menanti pembagian raport yang akan dilakukan sebelum libur Natal minggu besok. Beberapa sekolah bahkan sudah membagikannya di minggu ini.
Seberapa pentingkah nilai di dalam buku rapor?
Dalam bukunya Fifty Nifty Ways to Help Your Child Become a Better Learner, Philip Johnson, Ph.D. justru berpendapat nilai seringkali kontrapoduktif. Nilai cenderung mendorong para siswa berkompetisi daripada bekerja sama sehingga mereka berpikir bahwa nilai adalah hasil paling penting daripada belajar. Belajar tidak dianggap sebagai suatu proses dimana para siswa akan memperoleh kecakapan dan pengetahuan baru serta menerapkannya untuk hal yang berguna. Untuk memperoleh nilai bagus, cukup dengan mengingat dan menghafal.
Buku raport adalah kumpulan hasil evaluasi berupa angka (nilai). Umumnya yang dievaluasi adalah kumpulan fakta, seperti dalam matematika, IPA, sejarah, hafalan, dan materi-materi ketat lainnya. Tak banyak sekolah yang serius mengevaluasi rasa ingin tahu, kecakapan menyelesaikan masalah, kemampuan merangkum dan menghubungkan teori dan hasil eksplorasi sendiri, penerapan moral dalam keseharian, kemampuan untuk mendengarkan, kreatifitas, serta kecakapan lain dalam proses belajar.  
Karena hanya mengevaluasi materi secara terbatas, nilai justru mengganggu proses belajar, bukannya membantu. Namun, sayangnya saat ini nilai adalah suatu kenyataan.
Lalu bagaimana orangtua bisa menyiasati kenyataan tersebut sehingga anak-anak memahami bahwa nilai bukanlah hal paling penting dalam proses belajar? Berikut ini beberapa tips bagaimana orangtua dapat menangani masalah nilai ini dengan lebih baik:
1.  Jangan membesar-besarkan. Nilai bukanlah masalah besar. Perlihatkan minat anda, tetapi jangan membuat anak merasa bahwa sekolah hanyalah menyangkut buku raport. Atau membuat kesan bahwa anda lebih mementingkan nilai.
2.    Jangan memberikan penghargaan atau menghukum anak berkaitan dengan buku raport atau nilai mereka. Makin sering kita menggunakan imbalan dan hukuman daripada memperkuat kegembiraan dalam belajar, makin kecil manfaat yang kita peroleh. Dengan berusaha mendapatkan penghargaan – entah itu uang, barang, atau pujian – anak cenderung mempelajari sesuatu yang tak mereka suka.
3.   Jangan menjadi orangtua yang selalu membanding-bandingkan nilai anak Anda dengan anak yang lain. Atau membandingkan raport sekarang atau raport sebelumnya, atau membandingkan dengan anda sendiri saat seusianya.
4.  Tetap tekankan pada anak bahwa yang penting adalah belajar untuk menjadi pencari pengetahuan, menjadi termotivasi, untuk mampu memecakan masalah, untuk mencari tahu tentang sesuatu, berani bereksplorasi dan mencoba, berpikir di luar buku teks, dan sebagainya.
5.  Sering berdialog dengan guru dan pastikan mereka mengetahui bahwa anda peduli dengan proses pembelajaran anak, bukan hanya pada kumpulan informasi yang diukur dengan sebuah buku raport.
Nah, alih-alih menanyakan ranking anak saat mengambil raport, bolehlah ayah bunda menanyakan tentang kemajuan cara belajarnya, tentang rasa ingin tahu, tentang kecakapan merangkum dan bertanya, tentang sosialisasinya, tentang karakter, tentang apa yang disukainya…;)
Selamat mencoba!

(diolah dari Fifty Nifty Ways to Help Your Child to Become A Better Learner, Chapter: Grades and Report Cards, Philip E. Johnson, Ph.D.)