Kamis, 06 Agustus 2015

STYLE PENUMPANG MANAKAH ANDA?


share tulisan lama...



Karena nggak punya motor, apalagi mobil yang suara pintunya bila ditutup menimbulkan efek prestise: 'beb!…', ya saya naik metromini tiap kali berangkat kerja. Yang namanya naik angkutan umum di Jakarta, penumpang harus benar-benar punya mental baja. Gimana nggak? Wong si sopir bisa seenaknya ngetem dimana saja dan kapan saja. Bisa juga tiba-tiba ngebut tak terkendali seperti dikejar hantu. Setelah lama berdiri, dan baru dapat tempat duduk, eh tahu-tahu dioper. Itulah romantikanya...
Kalau mau enak, ya naik taksi. Nah, ini jadi persoalan sendiri sejak adanya kasus-kasus perampokan penumpang taksi dan naiknya tarif taksi. Sekarang bukan lagi argo kuda tapi sudah argo cheetah . Baru sebentar saja melek, tahu-ahu sudah sekian puluh ribu. Tentu saja ini - ditambah rencana dengan kenaikan TDL, BBM, gas elpiji, PAM - 'menggoncangkan' kondisi finansial keluarga. Kecuali jika dibayarin oleh perusahaan. Tapi tetap saja ini menambah budget, makanya beberapa perusahaan sekarang mengetatkan anggaran bagi karyawan yang kerjanya 'keluyuran' ke luar kantor. Minimal antri pakai mobi perusahaan deh..
Tapi, ada enaknya juga naik angkot atau metro mini. Terutama di pagi hari. Lihat penampilankaryawan yang masih seger dan murah senyum (bandingkan jika saat pulang kantor). Juga lihat anak-anak sekolah yang selalu ceria, tanpa beban tipe ABG yang optimis karena masih 'bebas' stress. Juga mempelajari karakter-karakter penumpang. Ternyata, karakter orang itu bisa dilihat dari caranya membayar lho.. He..he..ini nggak ilmiah kok, jadi nggak usah dimasukin ke hati yang paling dalem.
Mau tahu?
1.   Tipe Opportunis
Ini adalah tipe penumpang yang mencari celah untuk tidak membayar pas dengan alasan: '..biasanya segitu, bang, wong ekat kok..! atau '..di depan situ saja ok!..' dsb. Biasanya respon sopir atau kernet adalah:'..ya sudah, lain kali jangan dibiasakan..'. Itu respon saat sopir sudah memenuhi setoran. Atau ' iyalah, ke depan, masak jalannya mundur..! Nah, yang ini sopir belum dapat setoran tapi masih optimis terpenuhi dalam , periode jam kerjanya. Atau ..mas/mbak, ini sudah SK Gubernur kalau tarifnya segini. Kalau nggak mau jalan saja..'. Kalau responnya begini, mending bayar saja deh karena kemungkinan besar setoran belum terpenuhi atau si sopir/kernet punya kebutuhan tambahan hari itu. Ya, mestinya kita membayar pas sesuai tarif jauh dekatnya. karena sopir harus memenuhi setoran kepada pemilik angkutan, dan sisanyalah yang dibawa pulang untuk anak istri. Siapa tahu hari itu mereka membutuhkan uang tambahan untuk beli susu anaknya atau untuk menebus obat istrinya. Jika kekurangan yang mestinya kita bayar itu mengakibatkan tidak terbelinya susu atau tertebusnya obat yang mengakibatkan si anak kurang gizi atau si istri makin parah sakitnya, saya kuatir Allah memandang kita sebagai salah satu pengkontribusinya. Astagfirullah..

2.   Tipe Culas
Biasanya ini terdapat pada anak-anak sekolah yang naiknya bengerombolan. Sekali naik rame-rame tapi mbayarnya cuma untuk dua-tiga orang. Biasanya kernet dalam posisi tak
berdaya daripada diserbu sama anak-anak sekolah yang jadi lebih galak kalau pas bubaran. Atau pada orang yang sengaja tidak membayar jika tidak ditagih. Apalagi pas penuh sesak. Hati-hatilah kalau kita mengidap tipe ini. Saya pernah merasa 'bersyukur' bisa menghemat ongkos 500 perak saat kondektur terlewat 'menggunting' (saat itu bus kota tarifnya cuma segitu jauh-dekat). Sampai di rumah saya kehilangan uang 5000. Jadi hikmahnya, jika sengaja berbuat curang akan dibalas sepuluh kali lipat dari nilai kecurangan itu. Gitu ya?

3.   Tipe Menjengkelkan
Kernet atau kondektur, yang salah tugasnya menarik ongkos penumpang mempunyai taktik-taktik tertentu agar efektif dan efisien. Mereka akan jengkel – bahkan terkadang kita ikutan jengkel karena ini menghambat proses 'pengguntingan penumpang' – jika ketemu penumpang yang baru sibuk mencari uang saat ditagih ongkosnya. Eh, ternyata uangnya ada di dompet, dompetnya ada di dalam tas dan nyelusep di bawah. Setelah brak-brak..brak…bruk..ketemu, dompet dibuka, yang isinya bisa membuat orang terbercik niat nggak baik karena penuh dengan bermacam-macam kartu, dsb, eh membayarnya pakai uang lima puluh ribuan lagi yang membuat repot kernet membayar kembaliannya. Kalau pas nggak ada kembalian dan mentok mau menukar dimana, biasanya sopir atau kondektur merelakannya. Sekali lagi, kita mengurangi rejeki yang mestinya menjadi hak mereka. Makanya, kalau mau bepergian lebih baik bila kita menyiapkan uang recehan secukupnya.

4.   Tipe Menyusahkan
Dalam rangka mengerjakan tugasnya seefektif dan seefisien mungkin, kernet menyusun ongkos-ongkos penumpang dalam bendelan. Masing-masing bendel bernilai 10000. Jika
setoran sudah terpenuhi, mereka menyisihkan uang setoran ke salah satu saku mereka atau ditaruh di brankas di dekat sopir (memang beberapa angkot punya brankas ini). Mereka membeberkan ribuan-ribuan ongkos yang diterima dari penumpang dalam tangannya supaya rapi dan mudah menyusun dalam bendelan. Adakalanya, sengaja atau tidak, penumpang ikutan menghambat aktifitas proses ini (coba kalau semua penumpang sarjana Industri, atau pernah bela'ar TQM, & Tools Management, atau setidaknya mengerti kalau efisien itu mempermudah pekerjaan). Terkadang cuek saja penumpang memberikan uang sudah lecek, ditambal dengan plester, dan dilipat-lipat lagi. Ini membutuhkan waktu ekstra bagi kernet untuk merapikannya. Untung saja uang lecek itu masih diterima, karena kita pun sebenarnya ogah menerima kembalian uang yang lecek itu kan?

5.   Tipe Menyenangkan & Bermanfaat
Nah, kalau yang ini kernet suka. Penumpang tipe ini memberikan ongkos yang pas sesuai tarif yang berlaku. Atau kalau pun tidak pas tetapi masih dalam taraf wajar yang tidak merepotkan kernet mencari kembalian. Sebelum memberikannya pun dirapikan dulu, malah disusun rapi per sisi gambar uang yang sesuai. Jadi bisa turut berkontribusi agar kernet bisa melakukan tugasnya dengan efektif dan efisien.

Jadi, apa inti cerita diatas?
Tidak ada salahnya, malah lebih bagus kali ya (atau harus?), kalau berusaha menjadi Tipe Yang Menyenangkan & Beermanfaat untuk bersosiaiisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Tentu saja yang namanya kehidupan bermasyarakat tidak hanya dengan sopir, kernet, atau kondektur. Ada banyak individu-individu atau kelompok-kelompok masyarakat yang kerap berinteraksi dengan kita. Kalau kita bisa bersikap dan bertingkah menyenangkan dan bermanfaat bagi mereka tanpa pamrih dan berharap sesuatu, tentu itu akan bernilai lebih. Menyenangkan dan bermanfaat tidak hanya bagi manusia, juga bagi seluruh komponen alam (rahmatan lil alamin).
Itulah konsep khalifatullah, konsep manusia sebagai khalifah Allah yang memberikan rahmat di muka bumi. Siapkah kita?
Atau pertanyaan yang lebih sederhana: masuk tipe mana kita dalam kategori di atas?

Wallahu 'alam



lh – 10/03/06