Rabu, 07 Maret 2012

FILOSOFI MENOLONG

26/02/12
(status ini diberi ‘like’ oleh Mustofa Ali dan Rhara Ritanto, dan dikomentari oleh Rhara Ritanto, Ade Suryana, Rika Anggraini, Zulfa Dispetsum, Vici Safitri, Ayun, Yanti Haryanto)
 Yah, kenapa kita mesti menolong orang?”, tanya Ulan.
Sebuah pertanyaan yang mudah dijawab sebenarnya, sehingga menimbulkan question mark apakah si anak bertanya untuk ingin tahu atau sekedar mengetest kemampuan ayahnya. Okelah kalau begitu… Maka, meluncurlah jawaban-jawaban seperti: “Kita adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian, selalu tolong menolong. Jadi kita mesti suka membantu orang siapa tahu nanti saat kita butuh pertolongan juga akan dibantu”.
“Ah, jawabannya ribet!”, jawab Ulan. “Kita mesti suka menolong, karena sehabis menolong, kita jadi ikutan senang, Yah!”, lanjutnya memberi penjelasan.
Hmm…jawaban yang sederhana. Tapi, kalau dipikir-pikir benar juga dan lebih filosofis, lho! Benar karena biasanya sehabis membantu orang, meskipun waktu, tenaga, dan uang kita keluarkan, tetap saja kita merasa senang. Lebih filosofis, karena jawaban itu bisa berarti lebih dalam.
Secara fitrah, manusia itu hidup untuk mencari kesenangan. Saat kecil kita bermain-main agar merasa senang. Waktu dewasa, kita mencari dan menekuni hobby karena menyenangkan. Saat sibuk bekerja, kita ingin berlibur agar hati senang sehingga tidak jadi stress. Kita menikah dengan pasangan yang menurut kita mampu menyenangkan hati dan pikiran. Jadi, apa yang kita lakukan bermuara pada kesenangan.
Jika kita mencari kesenangan, maka menolong atau membantu orang yang bisa membuat hati senang wajib dilakukan. Lalu, bagaimana jika sehabis membantu orang, kok hati kita malah dongkol? Nah, artinya kita membantu mereka dengan mengharapkan pamrih. Saat pamrih tak terbalas, kita jadi dongol dan marah. Tidak ikhlas.
Itulah inti dari jawaban si Ulan: ikhlas dalam menolong orang membuat hati selalu senang.  
Dalam pikiran polosnya, anak-anak seringkali mengajari kita arti kehidupan. Ayah-bunda, sudahkah kita bercermin kebajikan dari mereka?

(taken from: qaulan sadiida on facebook)