Minggu, 27 November 2011

TEKNIK MEMBANGUN IKATAN SEHAT DENGAN ANAK


Banyak penelitian menunjukkan, keterikatan orangtua dengan anak-anaknya berpengaruh besar terhadap seberapa baik fungsi buah hatinya sebagai orang dewasa kelak. Itu sebabnya, sangat penting bagi orangtua untuk membangun hubungan sehat dengan anak-anaknya.
Menurut Carin Goldstein, seorang terapis perkawinan dan keluarga berlisensi di Amerika Serikat, berikut ini adalah beberapa langkah membangun hubungan sehat antara orang tua dengan buah hatinya seperti dikutip situs yourtango.com:
1.    Anda dan pasangan adalah contoh utama bagi anak dalam hal hubungan dan komunikasi antara dua orang dewasa. Dari momen pertamanya menghembuskan nafas di dunia, anak selalu mengawasi dan menyerap bagaimana Anda dan pasangan berinteraksi. Segala hal diserap oleh anak, mulai dari cara anda berdebat, menyentuh, tidak menyentuh, nada suara, pengaturan tidur dan lain sebagainya.
2.    Tunjukkan rasa hormat kepada anak. Sejak lahir bayi merasakan dunia dan orang-orang di sekitarnya. Mereka tahu apa yang mereka butuhkan dan merupakan tugas orangtua untuk menginterpretasikannya. Mengabaikan anak yang menangis sebagai satu-satunya cara mereka mengomunikasikan perasaannya, pada dasarnya mengatakan kepada anak bahwa mereka tidak cukup penting bagi anda.
3.  Meminta maaf kepada anak dan bertanggung jawab ketika anda membuat kesalahan merupakan salah satu hadiah terbesar yang dapat anda berikan kepada mereka. Menunjukkan kelemahan anda sebagai manusia akan menanamkan kepercayaan yang kuat antara anda berdua. Anak juga akan belajar bahwa membuat kesalahan merupakan suatu kekeliruan yang dapat diterima. Selain itu, tidak apa-apa untuk tidak menjadi sempurna.
4.  Jika orangtua memiliki isu yang belum terselesaikan dari masa kecilnya sendiri, sangat penting bagi mereka untuk mengambil waktu dan merenungkannya. Jangan sampai hal-hal yang tak dapat anda toleransi ketika kanak-kanak dulu, tanpa sadar terulang kepada buah hati anda.
5. Bayi dan anak-anak menilai ancaman, keamanan, dan kenyamanan berdasarkan ekspresi wajah anda. Menjalin kontak mata dan meniru ekspresi wajah buah hati, mengirimkan pesan bahwa mereka layak terhubung dengan anda. Di sinilah letak tahap awal rasa percaya diri bagi anak, yang secara langsung memengaruhi jenis ikatan yang dijalinnya dengan anda.
6.   Penelitian menunjukkan, anak yang tidak mendapat cukup dekapan selama masa bayi menjadi tertekan. Sentuhan dan pelukan mampu melepaskan oksitosin, yang berperan sebagai hormon ikatan. Jadi, tidak mengherankan apabila sentuhan fisik sangat penting untuk membangun ikatan yang sehat antara orangtua dan anak. (Yul/OL-06)
Selamat mencoba ayah-bunda!

(sumber: Yulia Permata Sari, Media Indonesia, 2 Juli 2011)

Sabtu, 19 November 2011

NO! NO! NO!...NO!


“Jangan kesana ya! Bahaya!”
“Awas, jangan mainan itu. Nanti kotor!”
“Jangan lari-lari, nanti jatuh!”
Ucapan bernada larangan semacam itu seringkali terlontar dari mulut orangtua. Maksudnya sih sebagai tanda kasih sayang kepada anak agar tidak celaka. Namun jika berlebihan justru akan membuat perkembangan anak terhambat.
Anak-anak diciptakan dengan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar. Rasa ingin tahu adalah dasar keinginan untuk bereksplorasi. Tiap melakukan eksplorasi, mereka mengalami hal-hal baru yang membuat mereka makin tahu dan makin banyak lagi bereksplorasi. Hal ini amat penting untuk perkembangan intelektual anak. Tugas orangtua adalah membimbing dan mengarahkan agar rasa ingin tahu tersebut on track sesuai jalurnya.
Pada suatu lokakarya yang pernah kami ikuti diberikan sebuah contoh bagaimana terlalu banyak larangan hanya akan membuat anak tak berani berinsiiatif dan berkreasi.
Dalam sebuah aula yang dihadiri oleh peserta lokakarya, 2 orang diminta keluar dan akan dipersilakan masuk setelah mendapat aba-aba. Peserta di dalam aula sepakat untuk memberikan perintah menulis sebuah kata di papan tulis. Suatu tanda atau bunyi denting bel disepakati sebagai sebuah larangan. Jika bel itu berdenting, artinya langkah orang tersebut salah dan harus menemukan cara atau jalan yang lain agar tujuannya tercapai.
Setelah mendapat aba-aba, orang pertama – yang telah diberi tahu tentang aturan itu – masuk. Baru dua langkah, bel berdenting. Ia pun merubah arah jalannya. Tiga langkah maju ke depan, bel berbunyi lagi. Ia pun merubah arah lagi. Masih dengan mantap, ia berjalan . Namun tiga langkah, bel berbunyi, tiga langkah lagi berbunyi lagi. Sekarang setiap tiga langkah bel berdenting nyaring. Sikapnya pun tak lagi percaya diri. Akibatnya, sang volunteer sekarang menjadi ragu untuk melangkah. Dan tak sanggup menyelesaikan tugas yang diberikan.
Volunteer kedua pun masuk. Berbeda dengan yang pertama, tak banyak denting bel yang ia dapatkan. Hanya jika benar-benar melakukan kesalahan fatal. Ia pun melangkah percaya diri, tak merasa cemas dan takut berinisiatif karena pasti akan diberi tahu jika ada kesalahan.
Tak heran, jika volunteer kedua ini dapat menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat.
Kesimpulannya: anak yang terlalu banyak dilarang melakukan sesuatu cenderung tak berani bertindak inistiatif dan berkreasi. Sebaliknya, anak sedikit mengalami larangan atau jika dilarang disertai dengan penjelasan lebih berani berinsiatif dan merasa aman untuk berkreasi.
Bagaimana dengan anak-anak ayah-bunda? Apakah kita termasuk orang nyinyir yang hanya punya perbendaharaan kata ‘NO atau DON”T?’    
Demi perkembangan anak-anak kita yang wajar, insyaAllah tidak kan? Sipp!       

Senin, 14 November 2011

SPECIAL MENU FROM A LITTLE CHEF

14/11/10 – 17.39   
(status ini diberi ‘Like’ oleh Bambang Budi  Hendratmoko Koko , Rekno Sulandjari, Ruhnia Uni Niati, Nur Ainayah al Fatihah, Achmad Fauzi, dan dikomentari oleh Estee Sugesty dan Ruhnia Uni Niati)
“Ayah..bunda, aku mau kasih kejutan!”, ujar Ulan mengagetkan.
Kejutan? Dalam rangka apa?
“Kalau aku masak telur, ayah mau dimasak apa? Lalu kalau bunda, penginnya apa?”, lanjutnya.
Rupanya Ulan mendengar kalau beberapa hari lagi adalah ulang tahun pernikahan orangtuanya. Karena itu dia berencana memberikan kado istimewa buat ayah bunda. Memang, pada setiap hari yang dirasa istimewa – ulang tahun kelahiran, pernikahan, dsb. – kita membiasakan untuk memberi hadiah. Hmm…ternyata tradisi ini mulai diikuti oleh si kecil Ulan.
Namun, sampai menjelang hari H ulang tahun pernikahan, si Ulan tenang-tenang saja. Tak ada tanda-tanda kesibukan merencanakan atau membuat sebuah kado istimewa. Kami pun tak lagi menyinggung dan menganggapnya lupa.
Saat menjelang Maghrib di hari itu, Ulan minta ijin:
“Bunda, aku sama mbak Suci sholat di rumah saja. Ayah sama Bunda di musholla ya..”
Kami pun berangkat ke musholla. Tak punya bayangan apa yang sedang direncanakan oleh anak kami itu. Sepulang dari musholla, kami mendapati meja makan telah siap dengan hidangan. Tertata rapi dengan table-manner ala restoran. Sendok dan garpu terletak di sebelah kanan dan kiri piring. Dua gelas air putih di sebelah kanan. Kecap dan saus pun tersedia. Plus hiasan boneka Princess. Oh, rupanya si anak sedang mempraktekkan etiket pengaturan hidangan seperti yang ia lihat di film atau pas pergi ke kondangan.
Satu piring berisi nasi dan telur mata sapi, sedangkan yang satunya berisi telur orak-arik. Ooo..itu rupanya teka-teki telur yang ditanyakan Ulan. Telur mata sapi adalah kegemaran ayah, sedangkan bunda lebih suka jika diorak-arik.
“Selamat ulang tahun, Ayah Bunda”, kata Ulan, “Ini surprise buat ulang tahun pernikahan Ayah Bunda.”
Ah, mengharukan sekali! Itu adalah kado yang paling istimewa yang pernah kami terima. Tak pernah terbayangkan si anak mempunyai ide dan rencana memberi kado istimewa berupa masakannya sendiri yang ditata ala chef kenamaan. Meskipun hanya sebutir telur.
Terima kasih, anak… Yang pasti, engkau adalah hadiah yang paling luar biasa dari Tuhan. InsyaAllah.

-----------------------

..bila anak hidup dengan apresiasi, ia sedang belajar tentang penghargaan...
(Dorothy Low Nolte)

(dari qaulan sadiida on facebook: bercermin pada anak-anak..)

Minggu, 13 November 2011

“SAPINYA MENANGIS, AYAH!”

Edisi Iedul Qurban
06/11/11 – 08.13
(status ini diberi ‘like’ oleh Nisa Candraningrum dan dikomentari oleh Hady Sys dan Poppy Chiepop Surpiyanto) 
Sore kemarin serombongan anak, teman-teman Ulan, bergegas masuk ke rumah melaporkan perkembangan hewan qurban terbaru.
“Ayah, sapinya menangis!”, ujar mereka serempak.
“Kambingnya juga ada lho!”, teriak si cowok kecil, tak mau kalah memberi informasi ter-updated.
“Dari matanya, keluar air!”, teriak anak yang paling kecil.
“Ah, paling itu kena air hujan”, goda si ayah.
“Ih, beneran kok!”, bantah mereka, meyakinkan
“Kenapa ia menangis, ayah Ulan?”, tanya si Khansa yang peka perasaannya.
-----------------------------
Mengapa hewan qurban menangis? Pertanyaan dari hasil pengamatan anak-anak ini haruslah segera dijawab untuk memenuhi rasa ingin tahunya.
Di email, SMS, ataupun BBM banyak beredar pesan tentang merayakan hari Iedul Qurban. Biasanya disertai dengan gambar atau lelucon tentang hewan qurban. Misalnya tentang lelucon Shaun The Sheep – tokoh domba kartun yang sangat dikenal anak-anak – yang dikabarkan tidak jadi show di Indonesia pada awal bulan November (memang sesungguhnya tak ada jadual) karena takut di-qurban-kan. Atau gambar lucu hewan qurban sapi dan kambing yang saling mendorong satu sama lain untuk menjadi yang pertama di-qurban-kan. Tersirat tak ada keikhlasan disana.
Sebenarnya lelucon atau gambar-gambar lucu tersebut bisa mengaburkan makna tentang Iedul Qurban. Terutama terhadap anak-anak yang membutuhkan konsep diri (terutama akidah dan ibadah) yang jelas. Tentu kita sepakat kalau Iedul Qurban merupakan salah satu ibadah dalam Islam, bukan? Jika sejak dini sudah disodori tentang ketakutan hewan qurban, bisa jadi dalam pikiran kecilnya mereka ‘menangkap pesan’ kalau ber-qurban itu tidak baik karena membuat hewan ketakutan. Jangan-jangan kelak mereka tak mau ber-qurban pula. Wah, gawat dong!
Nah, alih-alih bercerita menakuti-nakuti, bolehlah kita menjawab seperti ini: “Tujuan hewan diciptakan oleh Allah SWT adalah untuk membantu manusia. Bisa untuk membantu pekerjaannya, seperti sapi yang digunakan membajak sawah, kuda untuk transportasi, atau untuk hiburan atau tontonan seperti hewan-hewan di kebun binatang. Atau untuk membantu manusia dengan dimanfaatkan dagingnya untuk dimakan, seperti kambing dan sapi ini. Apalagi jika dipotong pas hari Iedul Qurban, mereka senang banget karena disetarakan dengan Nabi Ismail yang juga dulu di-qurbankan. Makanya mereka menangis terharu”.
“Tapi, kan mereka sakit kalau dipotong?”, tanya si Khansa masih penasaran.
Si ayah kemudian menjelaskan bahwa hewan-hewan itu tidak merasa kesakitan ketika disembelih secara Islam dengan merujuk pada informasi di link bawah ini. Malah cara penyembelihan secara Islam inilah yang benar dan menghasilkan daging yang bersih.     
Si Khansa pun manggut-manggut, meski masih tampak berpikir.
Esok harinya setelah prosesi qurban selesai, Ulan berkata:
“Yah, tahun depan qurbanku disini saja ya..”
“Kenapa?”, tanya ayah, “Kan lebih baik kalau disalurkan sama yang lebih membutuhkan. Kayak orang-orang di Somalia yang sedang kelaparan”.
“Sekaliii saja, Yah! Aku ingin melihat kambingku menangis haru”   

(taken from: qaulan sadiida on facebook: bercermin pada anak-anak..)
  
      

Selasa, 08 November 2011

BELAJAR PARENTING DARI NABI IBRAHIM

(Inspirasi dari khutbah Ied: H. Tb. Ace Hasan Sadzily, SAg., MSI.)
Nabi Ibrahim termenung memikirkan mimpi semalam. Tiga hari berturut-turut beliau bermimpi. Mimpi yang persis sama dan..luarbiasa: meng-qurbankan anak semata wayang, Ismail.
Dengan tekad yang mantap, pergilah sang Nabi ke kota Mekah. Kunjungan kali ini mengemban tugas berat. Setelah bertemu Ismail dan melepas rasa rindu, Nabi Ibrahim mengajak anaknya berbicara. Dengan merendahkan suara beliau bertanya:
“Anakku, sesungguhnya dalam mimpi aku melihat bahwa aku telah  menyembelihmu. Maka pikirkanlah, dan apa pendapatmu?”[1]
Kita telah mengetahui jawaban Ismail kecil. Bahkan kisah itu telah diabadikan di al Qur’an. Sejarah pun telah mencatat dan mengabadikannya dalam bentuk ritual ibadah yang dilakukan jutaan umat Islam di seluruh dunia.
--------------------------------
Kita bisa belajar dari Nabi Ibrahim tentang berkomunikasi dan memahami seorang anak. Alih-alih bertindak otoriter dengan dalih sebagai orangtua yang harus dihormati dan membawa amanah Tuhan, beliau berlaku lembut dan menghargai eksistensi seorang anak. Nabi Ibrahim justru meminta pendapat sang anak tentang ‘masa depannya’.
Bisa jadi, penghargaan terhadap eksistensi diri dan selalu didengar pendapatnya yang membuat Ismail menjadi sosok dengan kepribadian yang kuat dan mulia.
Ayah-bunda, sudahkah kita mendengarkan pendapat anak tentang masa depan yang mereka inginkan? Ataukah masa depannya telah kita tentukan karena kita merasa lebih tahu dan menjejali mereka dengan pelajaran atau aktifitas yang tak mereka suka?
Yuk, kita renungkan....
Kau boleh berusaha menyerupai mereka, 
namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, 

pun tak tenggelam dimasa lampau.
(kahlil gibran)



[1] QS. Asshoffat: 102

Sabtu, 05 November 2011

AGAR KREATIFITAS ANAK TUMBUH

Orangtua mana yang tak senang memiliki anak-anak yang cerdas dan kreatif. Walaupun potensi kreatifitas sebenarnya sudah dimiliki sejak mereka lahir, peran orangtua (dan guru) yang harus memastikan potensi mereka agar berkembang secara optimal.
Percaya atau tidak, daya kreatifitas memiliki peran yang signifikan dalam menentukan kesuksesan seorang anak di masa depan. Terkadang, karena tak mau repot, banyak orangtua yang justru melarang anak berkeatifitas. Misalnya, anak yang banyak bertanya malah disuruh diam atau tidak diberi jawaban semestinya. Atau anak-anak yang punya hobi mencorat-coret dan mengutak-atik barang karena rasa ingin tahunya malah dimarahi dan dilarang untuk melakukannya lagi. Padahal, jika diarahkan dengan benar, tak mustahil gairah dan keingintahuan anak tersebut terbentuk menjadi karakter kreatif yang terus terbawa hingga ia dewasa.
Beberapa hal berikut ini dapat dilakukan orangtua agar anak tumbuh menjadi pribadi yang kreatif.
  1. Membebaskan anak untuk berimajinasi. Bila perlu, tuntun mereka untuk mengekpresikannya dalam bentuk gambar, cerita lisan, tulisan, gerakan, musik, atau lagu. Pandanglah daya khayal anak sebagai sesuatu yang positif karena bagi seorang anak, daya khayal adalah jiwanya. 
  2. Saat anak sedang berimajinasi, berikan tanggapan yang positif dalam bentuk dukungan. Jangan sekali-kali meledeknya sebagai anak pemimpi atau menganggap apa yang dikhayalkannya adalah hal yang tak masuk akal. 
  3. Berikan jawaban yang lugas dan logis atas setiap pertanyaan anak. Selain rasa ingin tahunya terpuaskan, mereka juga akan terbiasa berpikir lebih kritis. 
  4. Memilihkan mainan yang edukatif dan menstimulus daya imajinasi dan kreatifitas anak, bukan sekedar mainan untuk hiburan semata. 
  5.  Menghargai setiap hasil karya yang mereka buat dengan cara memuji atau memajangnya. Tunjukkan pada mereka bahwa kita sangat menghargai dan bangga dengan karyanya. Pastikan bahwa kita –orangtuanya – adalah orang pertama yang bangga dan menghargai karya mereka, sesederhana apa pun karya yang mereka hasilkan.
Tak terlalu sulit untuk melakukan kiat-kiat di atas, bukan? Selamat menerapkan, ayah-bunda.. Kita dukung anak-anaki kita menjadi anak yang kreatif.

(diolah dari kolom Pilihan Ibu, Kompas, 16 Oktober 2011)

Baca juga artikel-artikel yang berhubungan dengan kreatifitas:

Selasa, 01 November 2011

RIDE A HORSE: MENAKLUKKAN ‘RAKSASA KETIGA’

30/10/11 – 15.09
(status ini diberi ‘like’ oleh Nita Nurendah dan Ruhnia Uni Niati, dan dikomentari oleh Nita Nurendah, Cerah Unggun Nireya, Pai Ni, Ari Aditya Ari, An Diana Moedasir, dan Muhammad Husni) 
Sedari awal Ulan sudah mengingatkan untuk tidak diminta menunggang kuda saat mengetahui akan mengunjungi perkampungan cowboy ArrowHead setelah sesi acara ‘Ibuku, Sekolahku’ di Padepokan Lebah Putih selesai. Terlihat dari wajah dan upayanya untuk terus mengingatkan agar tidak disuruh menunggang kuda, ia merasa cemas.
Tiba di ArrowHead, Ulan dan teman-temannya diajak melihat-lihat kuda di istal. Ada kuda poni, ada kuda turunan murni, ada pula kuda blasteran lokal dan luar negeri. Kuda-kudanya kokoh dan gagah. Ulan tertarik dengan kuda warna hitam yang mengingatkannya pada kuda Andalusia hitam milik Zorro, tokoh hero imajinatif yang pernah ia lihat di film.
Setelah berkeliling dan melihat orang-orang yang sedang berlatih, timbul sedikit keinginannya. Rasa ingin tahu – yang wajar pada anak – mulai mengalahkan ketakutannya.
“Separuh hatiku ingin, tapi separuh lagi masih takut-takut, Yah!”, ujarnya.