Minggu, 11 November 2012

TENTANG PR


“PR itu mestinya membuat anak jadi pintar, bukan malah menyusahkan!”, celetuk ibu Agus dalam film Cita-citaku Setinggi Tanah (thanks to endahNrhesa for The Gala Premeire & 24 free vouchers).

Salah satu cara guru untuk memastikan anak-anak didiknya belajar dan memahami pelajaran yang diajarkan di sekolah adalah memberikan tugas tambahan yang dikerjakan di rumah. Itu namanya PR, pekerjaan rumah. Mungkin bagi si anak yang telah bersekolah seharian, PR amat mengganggu karena menyita waktu bermain bersama teman dan bersantai bersama keluarga. PR menambah beban anak dan mengurangi interaksi yang wajar kepada teman dan keluarganya.

Ternyata, PR sekolah anak juga berpotensi mengganggu orangtuanya. Seringkali kita dengar keluhan orangtua yang harus menemani anak mengerjakan tugas sekolahnya setelah sehari penuh bekerja di kantor. Bahkan ikut mengerjakannya ketika sang anak sudah merasa suntuk dan kecapekan. Jika demikian, PR menjadi tidak adil bagi keduanya. Tidak membuat pintar, tapi malah menyusahkan.

Lagu, bagaimana PR itu seharusnya? 

PR sebenarnya wajar diberikan guru kepada siswanya dengan batasan-batasan tertentu. Menurut Munif Chatib dalam buku Orangtuanya Manusia, PR seharusnya:

1.    Student Centre, bukan Teacher Centre
Student Centre maksudnya PR diberikan berdasarkan beban kerja siswa, bukan berdasarkan beban kerja pengajar. Jika dalam satu hari ada 5 bidang studi dan masing-masing guru memberikan PR, siswa akan menerima lima beban PR pada hari itu. Itu yang disebut teacher centre. Mestinya, anak hanya menerima beban yang sesuai sehingga tidak semua guru member PR pada hari itu.

2.    PR berupa proyek yang menyenangkan
Banyak PR berbentuk mengajarkan soal-soal di lembar kerja siswa (LKS) dengan ranah kognitif, yang berarti hanya melanjutkan tugas yang belum selesai di sekolah untuk dikerjakan di rumah (wajar bila anak bosan dan terganggu). Akan lebih menarik dan menstimulasi unsur belajar lainnya dari sang anak (selain kognitif, ada juga perilaku dan konstruksi konsep) jika tugas yang diberikan berupa project yang berhubungan dengan kompetensi dasar yang diharapkan tuntas pada setiap bidang studi. Proyek bisa dilakukan secara berkelompok dan dikumpulkan dalam waktu tertentu, misalnya dalam waktu dua minggu. Menceritakan tentang cita-cita sebagai PR bidang studi bahasa Indonesia dalam film Cita-citaku Setinggi Tanah adalah salah satu contoh sebuah PR proyek.

Contoh lainnya:
·        Melakukan riset sosial dengan tema sesuai kompetensi dasar bidang studi
·        Analisa sinteron televisi, yaitu untuk mengetahui karakter positif, karakter negatif, alur cerita, inti pesan, dan akhirnya menyimpulkan apakah sinetron tersebut layak tayang dan dilihat atau tidak.
·        Membat inventarisasi dapur, yaitu melatih kemampuan anak dalam berhitung dan memilah dengan cara mencatat benda-benda yang berada di dapur.
·        Dll.

Nah, tahukan beda PR yang berupa project kompetensi dan PR yang hanya meneruskan pekerjaan yang belum selesai di sekolah?

Dengan memodifikasi tugas sedemikian rupa sehingga menjadi lebih menyenangkan dan yang menghargai hak-hak anak yang lain, tujuan PR untuk membuat anak pintar dengan tidak membuat anak dan orangtuanya susah insyaAllah mudah tercapai.

GJ b1/26 ~ 11/11/12

Tidak ada komentar: