Selasa, 08 November 2011

BELAJAR PARENTING DARI NABI IBRAHIM

(Inspirasi dari khutbah Ied: H. Tb. Ace Hasan Sadzily, SAg., MSI.)
Nabi Ibrahim termenung memikirkan mimpi semalam. Tiga hari berturut-turut beliau bermimpi. Mimpi yang persis sama dan..luarbiasa: meng-qurbankan anak semata wayang, Ismail.
Dengan tekad yang mantap, pergilah sang Nabi ke kota Mekah. Kunjungan kali ini mengemban tugas berat. Setelah bertemu Ismail dan melepas rasa rindu, Nabi Ibrahim mengajak anaknya berbicara. Dengan merendahkan suara beliau bertanya:
“Anakku, sesungguhnya dalam mimpi aku melihat bahwa aku telah  menyembelihmu. Maka pikirkanlah, dan apa pendapatmu?”[1]
Kita telah mengetahui jawaban Ismail kecil. Bahkan kisah itu telah diabadikan di al Qur’an. Sejarah pun telah mencatat dan mengabadikannya dalam bentuk ritual ibadah yang dilakukan jutaan umat Islam di seluruh dunia.
--------------------------------
Kita bisa belajar dari Nabi Ibrahim tentang berkomunikasi dan memahami seorang anak. Alih-alih bertindak otoriter dengan dalih sebagai orangtua yang harus dihormati dan membawa amanah Tuhan, beliau berlaku lembut dan menghargai eksistensi seorang anak. Nabi Ibrahim justru meminta pendapat sang anak tentang ‘masa depannya’.
Bisa jadi, penghargaan terhadap eksistensi diri dan selalu didengar pendapatnya yang membuat Ismail menjadi sosok dengan kepribadian yang kuat dan mulia.
Ayah-bunda, sudahkah kita mendengarkan pendapat anak tentang masa depan yang mereka inginkan? Ataukah masa depannya telah kita tentukan karena kita merasa lebih tahu dan menjejali mereka dengan pelajaran atau aktifitas yang tak mereka suka?
Yuk, kita renungkan....
Kau boleh berusaha menyerupai mereka, 
namun jangan membuat mereka menyerupaimu
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, 

pun tak tenggelam dimasa lampau.
(kahlil gibran)



[1] QS. Asshoffat: 102

Tidak ada komentar: