Sabtu, 19 November 2011

NO! NO! NO!...NO!


“Jangan kesana ya! Bahaya!”
“Awas, jangan mainan itu. Nanti kotor!”
“Jangan lari-lari, nanti jatuh!”
Ucapan bernada larangan semacam itu seringkali terlontar dari mulut orangtua. Maksudnya sih sebagai tanda kasih sayang kepada anak agar tidak celaka. Namun jika berlebihan justru akan membuat perkembangan anak terhambat.
Anak-anak diciptakan dengan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar. Rasa ingin tahu adalah dasar keinginan untuk bereksplorasi. Tiap melakukan eksplorasi, mereka mengalami hal-hal baru yang membuat mereka makin tahu dan makin banyak lagi bereksplorasi. Hal ini amat penting untuk perkembangan intelektual anak. Tugas orangtua adalah membimbing dan mengarahkan agar rasa ingin tahu tersebut on track sesuai jalurnya.
Pada suatu lokakarya yang pernah kami ikuti diberikan sebuah contoh bagaimana terlalu banyak larangan hanya akan membuat anak tak berani berinsiiatif dan berkreasi.
Dalam sebuah aula yang dihadiri oleh peserta lokakarya, 2 orang diminta keluar dan akan dipersilakan masuk setelah mendapat aba-aba. Peserta di dalam aula sepakat untuk memberikan perintah menulis sebuah kata di papan tulis. Suatu tanda atau bunyi denting bel disepakati sebagai sebuah larangan. Jika bel itu berdenting, artinya langkah orang tersebut salah dan harus menemukan cara atau jalan yang lain agar tujuannya tercapai.
Setelah mendapat aba-aba, orang pertama – yang telah diberi tahu tentang aturan itu – masuk. Baru dua langkah, bel berdenting. Ia pun merubah arah jalannya. Tiga langkah maju ke depan, bel berbunyi lagi. Ia pun merubah arah lagi. Masih dengan mantap, ia berjalan . Namun tiga langkah, bel berbunyi, tiga langkah lagi berbunyi lagi. Sekarang setiap tiga langkah bel berdenting nyaring. Sikapnya pun tak lagi percaya diri. Akibatnya, sang volunteer sekarang menjadi ragu untuk melangkah. Dan tak sanggup menyelesaikan tugas yang diberikan.
Volunteer kedua pun masuk. Berbeda dengan yang pertama, tak banyak denting bel yang ia dapatkan. Hanya jika benar-benar melakukan kesalahan fatal. Ia pun melangkah percaya diri, tak merasa cemas dan takut berinisiatif karena pasti akan diberi tahu jika ada kesalahan.
Tak heran, jika volunteer kedua ini dapat menyelesaikan tugas dengan cepat dan tepat.
Kesimpulannya: anak yang terlalu banyak dilarang melakukan sesuatu cenderung tak berani bertindak inistiatif dan berkreasi. Sebaliknya, anak sedikit mengalami larangan atau jika dilarang disertai dengan penjelasan lebih berani berinsiatif dan merasa aman untuk berkreasi.
Bagaimana dengan anak-anak ayah-bunda? Apakah kita termasuk orang nyinyir yang hanya punya perbendaharaan kata ‘NO atau DON”T?’    
Demi perkembangan anak-anak kita yang wajar, insyaAllah tidak kan? Sipp!       

Tidak ada komentar: