Senin, 03 Oktober 2011

TAKUT KRITIK? NO-LAH!

14/05/11 – 09.46
(status ini diberi ‘Like’ oleh Ruhnia Uni Niati, Achmad Fauzi, Zakiah Hab, dan Kireina Bgt)
Seperti tahun-tahun sebelumnya, setiap Ulan ulang tahun, ayah bunda selalu membuat acara bertema. Saat ulang tahun ke-5, acaranya bertema cerita binatang dalam al Qur’an, sedangkan ulang tahun ke-6 bertema HappyCooking.
Nah, ulang tahun ketujuh bertema drama yang berisi tentang nasehat kepada anak (dan orangtuanya juga). Sayangnya, drama tersebut tidak jadi ditampilkan di hari H karena para pemainnya berada di luar kota , sedang berlibur memanfaatkan liburan sekolah. Namun ide tentang kritik/nasehat dari teman-teman Ulan tetap berjalan.
“Yuks bikin daftar yang isinya kebaikan dan kekurangan Ulan. Yang ngisi teman-teman Ulan. Jadi nanti kita bisa tahu apa yang disukai dan tidak disukai teman-teman. Yang tidak disukai bisa kita perbaiki. Oke, nggak?”, tanya ayah.
Si Ulan manggut-manggut tanda setuju dan langsung pergi membagikan daftar kosong itu kepada teman-temannya.
Beberapa hari menjelang hari H, daftar masukan atau kritik terkumpul. Ulan membacanya satu persatu, tersenyum dan kadang berkomentar: Oh, begitu ya... Cukup banyak masukan yang diperoleh dari teman-teman Ulan: terlalu manja, sok dewasa, susah diatur, dsb. Ada yang memang begitu, ada juga yang rasanya tak begitu. Tapi, begitulah persepsi bukan?
Yang penting si anak berani menerima kritik dan memperoleh point untuk memperbaiki diri.
------------------------------
Dorothy Low Norte pernah mengatakan bahwa anak yang hidup dengan pujian, ia akan berlajar tentang penghargaan. Karena itu kita diharapkan tidak pelit memberi apresiasi jika anak telah melakukan proses perbaikan perilaku, meskipun hasil upayanya belum optimal. Tentu saja, apresiasi tersebut tidak berlebihan sehingga menyebabkan anak larut dalam pujian semu.
Salah satu cara mengetahui perilaku anak kita adalah dari pendapat teman-temannya. Apakah anak kita memang berperilaku manis seperti di rumah, atau berperilaku berbeda. Jika ternyata hal terakhir yang terjadi, mungkin kita perlu berinstropeksi apakah ada hambatan komunikasi antara kita, sebagai orangtua, dengan anak. Nah, saat berintrospeksi itu kita pun mesti bersedia menerima kritik dari anak.
Dorothy juga mengatakan bila seorang anak hidup dalam penerimaan, ia akan belajar mencintai. 
Siap kan, ayah-bunda?
 
(taken from: qaulan sadiida on facebook: bercermin pada anak-anak)
 

Tidak ada komentar: