Sabtu, 01 Oktober 2011

HIGH TECH, HIGH TOUCH

02/09/11 – 17.36

(status ini diberi ‘Like’ oleh Andi Atrahdis Sidharta, Nining Daryati, dan Tita Muthiya, serta dikomentari oleh Dino Yudha Anindita)
Sepulang kerja adalah waktu yang istimewa karena bisa berbincang, bercerita tentang apa saja, atau bermain dengan anak. Ulan menyebutnya waktu bersenang-senang. Tapi malam itu berbeda...
"Bunda nih main Blackberry saja! Emang Blackberry bisa memberi kasih sayang sama Bunda?", tegur Ulan. "Kan anaknya yang bisa..", lanjutnya.
Waduh, si anak protes! Melihat bunda yang keasyikan membalas BBM dari groups pertemanan, membuat Ulan merasa tak diacuhkan.
---------------------
Dalam salah satu bukunya High Tech/High Touch: Technology & Our Accelerated Search for Meaning (1999), John Naisbitt – bersama putrinya, Nana Naisbitt dan Douglas Philips –  mengatakan kemajuan teknologi yang pesat tanpa diimbangi dengan antisipasi terhadap dampak negatifnya akan menyebabkan manusia terjebak pada ‘Technology Intoxication Zone’, Zona Mabuk Teknologi.
Zona mabuk teknologi ditandai dengan munculnya kecenderungan manusia untuk menyelesaikan problematika hidupnya secara instant dari masalah spiritual sampai kesehatan, takut sekaligus memuja teknologi (teknologi nuklir/perang), berkurangnya batasan antara yang nyata dan semu, menerima kekerasan sebagai sesuatu yang wajar, mencintai teknologi dalam bentuk mainan, dan menjalani kehidupan yang berjarak.
Tentang kehidupan berjarak ini bisa ditengarai dari contoh suatu keluarga saat makan di restoran atau rumah makan. Masing-masing berdiam diri tapi sibuk dan asyik dengan ponsel atau gadgetnya. Interaksi antar mereka terjadi hanya ketika memesan makanan dan saat makanan tiba. Yang dekat menjadi jauh, yang jauh jadi terasa dekat.
Untuk mengimbangi high tech, John Naisbit menawarkan solusi high touch sebagai pengiringnya. High tech adalah perkembangan dan kelebihan teknologi, high touch adalah kemampuan manusiawi. Kombinasi keduanya mengakui bahwa teknologi adalah produk kreatif dari imajinasi manusia yang merupakan bagian dari evolusi kebudayaan, dan hasrat untuk menciptakan teknologi baru haruslah diiringi dengan kesadaran untuk menjadi manusia yang bermakna tanpa terenggut kebebasannya oleh teknologi. Dengan kata lain, high tech high touch adalah usaha sadar manusia untuk memanfaatkan teknologi tatkala memberi nilai tambah pada kehidupan manusia.
Jika TV, ponsel, BB, ipad, iphone, tablet, atau produk teknologi lainnya membuat kita ‘mabuk’ dan mengalihkan perhatian kita terhadap anak, mungkin saatnya kita perlu menata ulang konsep tentang hal ini. Jangan sampai karena merasa tak didengar dan tak diacuhkan, anak-anak akan mencari pengganti peran orangtua dengan teknologi pula.
Hmm...sudahkan teknologi yang kita punya memberi nilai tambah pada hubungan orangtua dengan anak atau justru menjauhkannya?

Bagaimana, ayah-bunda?

(taken from: qaulan sadiida on facebook: bercermin pada anak-anak...)
Note: Thanks kepada Ratna SW yang telah meminjamkan buku ini 10 tahun lalu sehingga sempat membacanya

Tidak ada komentar: