Setelah
belajar tentang uang di kelas 3 semester pertama dan praktek belanja secara
langsung dengan voucher (baca: http://www.busur-panah.blogspot.com/2012/11/fun-math-learning.html),
Ulan makin mengenal nilai nominal uang. Ia mulai membanding-bandingkan harga
jika menginginkan sesuatu. Rupanya ia sudah mengenal konsep uang, jadi mulai
bisa dipercaya memegang uang sendiri.
Memang,
per awal Januari ini sepakat untuk memberi Ulan uang saku selama 1 minggu. Dalam
satu minggu itu Ulan bebas membelanjakan uang sakunya, namun tidak boleh
meminta lagi sampai hari Senin berikutnya. Maka, ia mesti bijaksana
mengelolanya. Ayah meminta Ulan membuat anggaran selama 1 minggu. Awalnya, ia mengajukan
anggaran sebesar Rp 15000 berdasarkan uang sakunya setiap hari, namun direvisi
menjadi Rp 25000 untuk alokasi infaq tiap hari Jum’at dan dana cadangan. Ya,
bolehlah…
Anak
seusia Ulan, 7 – 8 tahun, sudah rutin mengkonsumsi barang. Entah itu belanja
sendiri atau minta kepada orangtua. Mereka mudah tergiur dengan produk baru,
kemasan yang menarik, atau karakter yang popular. Mereka pun mudah dipengaruhi
oleh teman-teman seiring dengan pencarian identitas diri dalam suatu kelompok.
Jika salah seorang dari kelompok itu memiliki mainan baru yang menarik,
biasanya akan diikuti oleh yang lainnya. Karena itu, memberi pengetahuan
tentang finansial kepada anak sejak dini amat penting supaya anak tidak tumbuh
sebagai konsumen yang konsumtif.
Beberapa
manfaat memberi kepercayaan kepada anak untuk mengelola uang saku sendiri
antara lain:
- Anak mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk melancarkan tugas, sedangkan keinginan sesuatu yang ingin dimiliki, namun belum tentu bermanfaat.
- Anak belajar tidak konsumtif. Dengan mampu membedakan keinginan dan kebutuhan, anak akan menggunakan uangnya untuk keperluan yang benar-benar ia butuhkan.
- Anak belajar skala prioritas dalam merencanakan pengeluarannya.
- Dengan mengingatkan untuk mengalokasikan dana sosial dan investasi (menabung) dalam anggaran uang sakunya, anak didorong untuk bersifat sosial dan merencanakan masa depan.
Sebagai
tambahan berikut ini miskonsepsi tentang uang yang dikutip dari blog Roslina Verauli,
MPsi.
- Uang bukan untuk anak-anak. Sebagian orangtua dengan sengaja tidak memberikan anak uang dengan alasan anak tidak mampu menyimpan dan mengelola uang. Beberapa orangtua tidak memberikan uang untuk mencegah anak agar tidak membeli camilan atau snack yang tidak sehat. Padahal tindakan ini justru membuat anak makin tidak paham tentang uang dan terdorong untuk sukar mengendalikan dirinya sendiri.
- Uang mudah diperoleh. Seolah-olah orangtua membuat anak mengira uang mudah diperoleh. Terkadang tindakan ini tidak disengaja. Ketika mengambil uang dari ATM, pastikan si anak paham bahwa uang dari mesin ATM itu adalah uang yang kita simpan dengan menabung dulu di Bank.
- Uang semata untuk jajan. Penggunakan istilah uang jajan adalah tidak tepat. Seolah-olah uang diberikan kepada anak dengan tujuan untuk dibelikan jajanan. Padahal uang yang diberikan itu tidak hanya untuk jajan, tetapi juga untuk ditabung. Jadi, penggunaan istilah uang saku rasanya lebih tepat.
Bagaimana
ayah-bunda? Sudah siap memberi kepercayaan pengelolaan uang saku kepada anak?
griajakarta
b1-26, 2 Januari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar