Rabu, 02 Januari 2013

FINANCIAL LEARNING FOR (MY) KID


Setelah belajar tentang uang di kelas 3 semester pertama dan praktek belanja secara langsung dengan voucher (baca: http://www.busur-panah.blogspot.com/2012/11/fun-math-learning.html), Ulan makin mengenal nilai nominal uang. Ia mulai membanding-bandingkan harga jika menginginkan sesuatu. Rupanya ia sudah mengenal konsep uang, jadi mulai bisa dipercaya memegang uang sendiri.
Memang, per awal Januari ini sepakat untuk memberi Ulan uang saku selama 1 minggu. Dalam satu minggu itu Ulan bebas membelanjakan uang sakunya, namun tidak boleh meminta lagi sampai hari Senin berikutnya. Maka, ia mesti bijaksana mengelolanya. Ayah meminta Ulan membuat anggaran selama 1 minggu. Awalnya, ia mengajukan anggaran sebesar Rp 15000 berdasarkan uang sakunya setiap hari, namun direvisi menjadi Rp 25000 untuk alokasi infaq tiap hari Jum’at dan dana cadangan. Ya, bolehlah…
Anak seusia Ulan, 7 – 8 tahun, sudah rutin mengkonsumsi barang. Entah itu belanja sendiri atau minta kepada orangtua. Mereka mudah tergiur dengan produk baru, kemasan yang menarik, atau karakter yang popular. Mereka pun mudah dipengaruhi oleh teman-teman seiring dengan pencarian identitas diri dalam suatu kelompok. Jika salah seorang dari kelompok itu memiliki mainan baru yang menarik, biasanya akan diikuti oleh yang lainnya. Karena itu, memberi pengetahuan tentang finansial kepada anak sejak dini amat penting supaya anak tidak tumbuh sebagai konsumen yang konsumtif.
Beberapa manfaat memberi kepercayaan kepada anak untuk mengelola uang saku sendiri antara lain:
  1. Anak mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang bermanfaat untuk melancarkan tugas, sedangkan keinginan sesuatu yang ingin dimiliki, namun belum tentu bermanfaat.
  2. Anak belajar tidak konsumtif. Dengan mampu membedakan keinginan dan kebutuhan, anak akan menggunakan uangnya untuk keperluan yang benar-benar ia butuhkan.
  3. Anak belajar skala prioritas dalam merencanakan pengeluarannya.
  4. Dengan mengingatkan untuk mengalokasikan dana sosial dan investasi (menabung) dalam anggaran uang sakunya, anak didorong untuk bersifat sosial dan merencanakan masa depan.
Agar pelajaran finansial pada anak berjalan efektif, orangtua harus menjadi contoh yang baik bagi mereka dalam mengelola uang dengan bijaksana.
Sebagai tambahan berikut ini miskonsepsi tentang uang yang dikutip dari blog Roslina Verauli, MPsi.
  1. Uang bukan untuk anak-anak. Sebagian orangtua dengan sengaja tidak memberikan anak uang dengan alasan anak tidak mampu menyimpan dan mengelola uang. Beberapa orangtua tidak memberikan uang untuk mencegah anak agar tidak membeli camilan atau snack yang tidak sehat. Padahal tindakan ini justru membuat anak makin tidak paham tentang uang dan terdorong untuk sukar mengendalikan dirinya sendiri.
  2. Uang mudah diperoleh. Seolah-olah orangtua membuat anak mengira uang mudah diperoleh. Terkadang tindakan ini tidak disengaja. Ketika mengambil uang dari ATM, pastikan si anak paham bahwa uang dari mesin ATM itu adalah uang yang kita simpan dengan menabung dulu di Bank.
  3. Uang semata untuk jajan. Penggunakan istilah uang jajan adalah tidak tepat. Seolah-olah uang diberikan kepada anak dengan tujuan untuk dibelikan jajanan. Padahal uang yang diberikan itu tidak hanya untuk jajan, tetapi juga untuk ditabung. Jadi, penggunaan istilah uang saku rasanya lebih tepat.
Bagaimana ayah-bunda? Sudah siap memberi kepercayaan pengelolaan uang saku kepada anak?

griajakarta b1-26, 2 Januari 2012

Tidak ada komentar: