Minggu, 21 Agustus 2011

MENJALIN KEDEKATAN DENGAN ANAK

Hati orangtua mana yang tidak miris bila setiap kali butuh sesuatu, si anak akan memanggil mbak atau baby sitter yang biasa menjaganya di rumah.
Kedekatan pengasuh dengan anak umumnya terbentuk lantaran besarnya tuntutan hidup di kalangan masyarakat urban yang memaksa si ibu membantu ayah mencari uang dengan bekerja di luar rumah. Terpaksa anak tinggal di rumah bersama pengasuh atau baby sitter.
Jika ada ibu atau mertua yang ikut mengawasi masih lebih beruntung. Namun bila mereka tinggal jauh dari rumah, agar anak terdidik dengan baik dan tetap merasa dekat dengan kedua orangtuanya, maka orang tua harus tetap mengawasi dan bertanggung jawab atas pendidikan anak. Untuk menjalin kedekatan dengan anak, ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh orang tua, antara lain:
  1. Biasakan menelepon anak di rumah pada jam istirahat kantor untuk sekedar menanyakan kabar dan mendengarkan ceritanya mengenai kegiatan yangia lalui selama orang tua pergi. Berikan sedikit perhatian dengan menanyakan hal-hal kecil seperti makanan apa yang dimakan, mainan apa yang sedang dimainkannya, dan hal-hal kecil lainnya yang bisa membuat anak merasa diperhatikan.
  2. Saat pulang  bekerja atau di akhir minggu, luangkan waktu untuk bersenda gurau dan bermain bersama anak atau sekedar membacakan dongeng sebelum tidur. Percaya atau tidak, hal-hal seperti ini mampu menghangatkan keakraban dan memberikan rasa nyaman di hati putra-putri Anda.
  3. Posisikan anda sebagai temannya. Dengan begitu, anak tidak merasa sungkan untuk berbagi dan curhat mengenai segala permasalahan yang mereka miliki (jangan dikira anak-anak tak punya masalah lho). Jika anak sedang curhat, jadilah pendengar yang baik dan penuh perhatian, karena dengan begitu anak akan merasa dekat dan dihargai oleh Anda
  4. Berikan penghargaan atas semua perbuatan baik yang dilakukan oleh anak, walaupun hanya sekeda pujian, senyuman, dan tepukan tangan. Dengan begitu, anak belajar untuk menghargai dirinya sendiri dan akan berusaha keras untuk jadi yang terbaik.
  5. Bila dirasa perlu, pemberian hukuman juga perlu diterapkan jika anak melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Tak perlu memarahi anak. Cukup dengan menunjukkan rasa tidak senang, anak pun bisa mengerti bahwa perbuatannya tidak disukai oleh orang tuanya.
(dikutip dari [AYA] Pilihan Ibu, Kompas, 21 Agustus 2011)

Minggu, 14 Agustus 2011

AYAH BUNDA, PERBAIKI PERILAKUMU!

Alkisah diceritakan ada seorang sahabat yang bertemu dengan Nabi yang Agung, menceritakan problematika hidupnya. Kali ini ia dipusingkan dengan kelakuan anak-anaknya.
Sang ayah bertanya, “Wahai Nabi yang mulia saya memiliki 5 orang anak dan ingin meminta nasihat kapadamu bagaimana cara paling efektif untuk merubah perilaku anak-anakku?”
“Memang ada apa dengan perilaku anak-anakmu?” balas Nabi sambil tersenyum.
“Iya nih! Kelima anakku perilakunya tidak ada yang beres. Setiap hari aku dibuatnya pusing, kesal, dan marah”. Lalu mulailah satu demi satu diceritakan perilaku anaknya mulai dari yang paling tua hingga yang bungsu.  Hampir satu jam ia bercerita panjang lebar, dan berharap akan mendapat nasihat yang panjang lebar dari Nabi yang dicintainya.

Sabtu, 06 Agustus 2011

JANGAN PAKSA ANAK BELAJAR YANG TAK MEREKA SUKA

Syahdan di tengah-tengah hutan belantara berdirilah sebuah sekolah untuk para binatang dengan status “Disamakan dengan Manusia”. Sekolah ini dikepalai oleh seorang manusia.  Karena sekolah tersebut berstatus “disamakan”, maka tentu saja kurikulumnya juga harus mengikuti kurikulum yang sudah standar dan telah ditetapkan untuk manusia. Kurikulum tersebut mewajibkan bahwa untuk lulus dan mendapatkan ijazah, setiap siswa harus berhasil pada 5 mata pelajaran pokok dengan nilai minimal 8 pada masing-masing mata pelajaran. 
Adapun kelima mata pelajaran pokok tersebut adalah: terbang, berenang, memanjat, berlari, dan menyelam.

Jumat, 05 Agustus 2011

KETIKA ANAK MENJADI SEKEDAR ANGKA

oleh: Nurul Ilmi
(Renungan untuk orang tua yang terkadang lupa dan meminta lebih dari sempurna)
Apa yang kau inginkan dariku, Ibu?
Lemari penuh piala?
Nilai A atau angka 10 di raport yang Maha Sempurna?

Kau ingin aku jadi apa, Bu?.
Pilot? Dokter? Pengacara?
Tidak bolehkan kelak, aku hanya jadi orangtua yang baik saja? Apalagi yang bisa kuberi Bu?
Bila angka 10 tidak lagi memadai
Bila masuk sekolah favorit jadi syarat untuk dicinta?
Tak ada lagi yang bisa kuberi Bu...
Semua usaha dilakukan sudah
Sadarilah bahwa kehidupan itu bukan sekedar sekolah...

Nilai A tak menjamin sukses Bu...
Atau membuat hidup jadi bahagia, pun tak membuatku jadi Einstein kedua,
atau orang tanpa cela

Aku tak ingin tertekan Bu..
Karena memuaskanmu tak akan bisa
Apakah dulu nenek melakukan hal yang sama padamu pula?

Tampaknya kini aku hanya mampu menerima
bahwa ibuku kan selalu ingin aku menjadi
lebih dari juara pertama...
(Taken from Neni Suryani on Facebook)

Selasa, 02 Agustus 2011

BERCERMIN PADA 3 IDIOTS

oleh: lhakim 

Salah satu film keluarga yang direkomedasikan untuk ditonton oleh orang tua, guru, dan pendidik adalah 3 Idiots (2009), sebuah film drama-komedi yang dibintangi Aamir Khan dan Kareena Kapoor. Film ini bercerita tentang pendidikan, passions, dan keinginan anak yang seringkali berbenturan dengan kemauan orang tua.
Adalah Farhan Qureshi (R. Madhavan), Raju Rastogi (Sharman Joshi), dan “Rancho” Shymaldas Chanchad (Aamir Khan), 3 orang sahabat yang berbagi kamar saat mengambil kuliah di Imperial College of Engineering, salah satu kampus ternama di India. Rancho adalah mahasiswa yang jenius dan sangat menikmati apa saja yang diajarkan di kampus itu. Alih-alih berlomba-lomba memperoleh nilai tinggi di ujian seperti murid-murid lainnya, ia lebih suka membongkar-pasang mesin, dan berkreasi membuat mesin baru. Ia sangat menikmati ilmu engineering. Sebaliknya Farhan mempunyai passion dalam bidang fotografi dan ingin menjadi fotografer alam bebas, namun terpaksa mengambil kuliah teknik mesin untuk menuruti keinginan orang tuanya. Raju sebetulnya adalah anak yang cerdas dan menyukai ilmu mesin. Namun, ketakutan membuatnya lebih banyak ‘berdoa’ dan berkhayal ketimbang mengoptimalkan otaknya.
Akibatnya dalam ujian, Farhan dan Raju selalu berada di ranking terakhir.
Salah satu adegan menarik adalah saat Farhan dan Raju menanyakan kondisi ini kepada Rancho. Mereka bersahabat, tinggal dalam kamar yang sama, kemana-mana selalu bareng, tapi kok hasil ujian berbeda amat.
 “Kenapa nilaimu selalu bagus, tapi kami selalu jelek?”, tanya Farhan kepada Rancho.
 “Karena aku menyukai teknik mesin dan bergelut dengan mesin. Sedangkan kamu ‘menikah’ dengan mesin, tapi mencintai fotografi. Jika hatimu terpaksa, mana bisa engkau pintar dan bahagia”, jawab Rancho menjelaskan.
 “Hei, aku suka teknik mesin dan bergelut dengan mesin. Tapi, kenapa jelek juga?”, sahut Raju.
 “Karena engkau selalu berada dalam ketakutan. Takut sama masa depan dan takut gagal. Itu membuatmu lebih banyak berdoa ketimbang berusaha. Jika selalu hidup dalam ketakutan bagaimana bisa pikiranmu berkembang?”
----------------------------
Ayah bunda, apakah anak-anak kita hari ini ‘hidup’ dalam ketakutan karena tekanan atau obsesi ayah bundanya dan memilih yang bukan keinginannya? Sudah tahukah kita apa sebetulnya yang menjadi passion dan keinginan mereka? Sebagian dari kita menentukan profesi (dan pelajaran-pelajaran yang menentukannya) terhadap anak-anak kita berdasarkan alasan karena profesi itulah yang menjanjikan dan akan membuat hidupnya nyaman kelak.
Benarkah?
Sepuluh atau dua puluh tahun lalu mungkin tak terbayang karir atau profesi seperti yang ada sekarang: finansial planner, motivator, EO, presenter, chef, komedian, musikus, atau host ala backpacker yang ‘kerjanya’ jalan-jalan dan berkuliner. Dan masih banyak lagi satu dasawarsa ke depan yang mungkin saat ini belum terbayang.
Tidak ada yang bisa menjamin rezeki dan masa depan selain Yang Maha Kuasa. Lalu kenapa kita takut dan ragu saat anak kita memilih sebuah keinginan sesuai jati dirinya? Sekarang saatnya untuk mendukung apa yang ingin mereka lakukan.
Jadi teringat ucapan Master Shifu di film Kungfu Panda: ...yesterday is history, tomorrow is mystery, today is a gift, so enjoy with your gift...
Ayah bunda, let them do what they are and live in their uniqueness. We just support them.