Minggu-minggu ini mungkin banyak orangtua cemas menantikan hasil belajar
anak-anak mereka selama semester pertama. Adakah warna merah di rapor anakku? Apakah
nilai-nilainya dibawah rata-rata kelas? Bagaimana rankingnya?. Ya..ya.. mereka
sedang menanti pembagian raport yang akan dilakukan sebelum libur Natal minggu
besok. Beberapa sekolah bahkan sudah membagikannya di minggu ini.
Seberapa pentingkah nilai di
dalam buku rapor?
Dalam bukunya Fifty Nifty Ways to Help Your Child Become a Better Learner, Philip
Johnson, Ph.D. justru berpendapat nilai seringkali kontrapoduktif. Nilai
cenderung mendorong para siswa berkompetisi daripada bekerja sama sehingga
mereka berpikir bahwa nilai adalah hasil paling penting daripada belajar. Belajar
tidak dianggap sebagai suatu proses dimana para siswa akan memperoleh kecakapan
dan pengetahuan baru serta menerapkannya untuk hal yang berguna. Untuk
memperoleh nilai bagus, cukup dengan mengingat dan menghafal.
Buku raport adalah kumpulan hasil
evaluasi berupa angka (nilai). Umumnya yang dievaluasi adalah kumpulan fakta,
seperti dalam matematika, IPA, sejarah, hafalan, dan materi-materi ketat
lainnya. Tak banyak sekolah yang serius mengevaluasi rasa ingin tahu, kecakapan
menyelesaikan masalah, kemampuan merangkum dan menghubungkan teori dan hasil
eksplorasi sendiri, penerapan moral dalam keseharian, kemampuan untuk
mendengarkan, kreatifitas, serta kecakapan lain dalam proses belajar.
Karena hanya mengevaluasi materi
secara terbatas, nilai justru mengganggu proses belajar, bukannya membantu.
Namun, sayangnya saat ini nilai adalah suatu kenyataan.
Lalu bagaimana orangtua bisa
menyiasati kenyataan tersebut sehingga anak-anak memahami bahwa nilai bukanlah
hal paling penting dalam proses belajar? Berikut ini beberapa tips bagaimana
orangtua dapat menangani masalah nilai ini dengan lebih baik:
1. Jangan membesar-besarkan. Nilai bukanlah masalah besar. Perlihatkan
minat anda, tetapi jangan membuat anak merasa bahwa sekolah hanyalah menyangkut
buku raport. Atau membuat kesan bahwa anda lebih mementingkan nilai.
2. Jangan memberikan penghargaan atau menghukum anak berkaitan dengan buku
raport atau nilai mereka. Makin sering kita menggunakan imbalan dan hukuman
daripada memperkuat kegembiraan dalam belajar, makin kecil manfaat yang kita
peroleh. Dengan berusaha mendapatkan penghargaan – entah itu uang, barang, atau
pujian – anak cenderung mempelajari sesuatu yang tak mereka suka.
3. Jangan menjadi orangtua yang selalu membanding-bandingkan nilai anak
Anda dengan anak yang lain. Atau membandingkan raport sekarang atau raport
sebelumnya, atau membandingkan dengan anda sendiri saat seusianya.
4. Tetap tekankan pada anak bahwa yang penting adalah belajar untuk menjadi
pencari pengetahuan, menjadi termotivasi, untuk mampu memecakan masalah, untuk
mencari tahu tentang sesuatu, berani bereksplorasi dan mencoba, berpikir di
luar buku teks, dan sebagainya.
5. Sering berdialog dengan guru dan pastikan mereka mengetahui bahwa anda
peduli dengan proses pembelajaran anak, bukan hanya pada kumpulan informasi
yang diukur dengan sebuah buku raport.
Nah, alih-alih menanyakan ranking
anak saat mengambil raport, bolehlah ayah bunda menanyakan tentang kemajuan cara
belajarnya, tentang rasa ingin tahu, tentang kecakapan merangkum dan bertanya,
tentang sosialisasinya, tentang karakter, tentang apa yang disukainya…;)
Selamat mencoba!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar