(status ini diberi ‘like’ oleh Nita Nurendah dan Ruhnia Uni Niati, dan dikomentari oleh Nita Nurendah, Cerah Unggun Nireya, Pai Ni, Ari Aditya Ari, An Diana Moedasir, dan Muhammad Husni)
Sedari awal Ulan sudah mengingatkan
untuk tidak diminta menunggang kuda saat mengetahui akan mengunjungi perkampungan cowboy ArrowHead setelah sesi acara
‘Ibuku, Sekolahku’ di Padepokan Lebah Putih selesai. Terlihat dari wajah dan
upayanya untuk terus mengingatkan agar tidak disuruh menunggang kuda, ia merasa
cemas.
Tiba di ArrowHead, Ulan dan
teman-temannya diajak melihat-lihat kuda di istal. Ada kuda poni, ada kuda
turunan murni, ada pula kuda blasteran lokal dan luar negeri. Kuda-kudanya
kokoh dan gagah. Ulan tertarik dengan kuda warna hitam yang mengingatkannya
pada kuda Andalusia hitam milik Zorro, tokoh hero imajinatif yang pernah ia
lihat di film.
Setelah berkeliling dan melihat
orang-orang yang sedang berlatih, timbul sedikit keinginannya. Rasa ingin tahu
– yang wajar pada anak – mulai mengalahkan ketakutannya.
“Separuh hatiku ingin,
tapi separuh lagi masih takut-takut, Yah!”, ujarnya.
Memahami apa yang
dirasakannya, kami mengatakan bahwa ia anak yang hebat dan mencoba memberikan
gambaran tentang keahlian berkuda. Lantas, ia bertanya:
“Yah, kalau berenang
kan aku sudah tahu manfaatnya. Misalnya, kalau aku dikepung penjahat, terus
jalan keluarnya cuma lewat sungai, kan aku bisa nyebur terus berenang. Nah, kalau
sudah ahli berkuda, aku bisa melakukan apa?”
Hmm..ini pertanyaan
kritis sekaligus formalitas karena terbersit jika Ulan sudah menentukan sikap
dan sekedar membutuhkan penegasan untuk memperkuat keputusannya. Meskipun
demikian, jawaban terhadap pertanyaan tersebut haruslah logis dan mudah
dipahami. Maka, kami pun menjawab bahwa menunggang kuda itu juga melatih emosi.
Kuda tak akan mau ditunggangi jika emosi kita tak stabil (kami sempat bercerita
tentang film Horse Whisperer). Selain itu, menunggang kuda juga melatih
kepemimpinan. Karena kuda memiliki emosi dan keinginan, maka bisa saja ia
berbelok ke kiri saat kita menyuruhnya ke kanan. Karena itu diperlukan sikap
kepemimpinan agar kuda bisa dikendalikan. Lalu, kami analogikan kuda-kuda itu
dengan teman-teman yang memiliki emosi dan keinginan masing-masing yang
seringkali berbeda-beda. Nah, jika memiliki sifat kepemimpinan – yang bisa
dilatih dengan berkuda – Ulan bisa mengendalikan keinginan-keinginan itu
sehingga tidak sering cekcok saat bermain.
Ulan manggut-manggut,
berpikir keras (terlihat dari gaya berpikirnya) dan...bilang, “Ya deh, aku
mau!”
------------------------------------
Dalam bukunya Facing
Your Giants (2006), Max Lucado mengatakan bahwa setiap manusia setidaknya
menghadapi 3 raksasa dalam hidupnya,
yaitu: limiting beliefs, goal distraction, dan fear. Ketakutan bisa menimpa siapa saja,
baik orang dewasa maupun anak-anak. Orang bijak bilang satu-satunya melawan
ketakutan adalah dengan melakukan apa yang ditakuti itu. Atau mengutip buku Who
Moved My Cheese-nya Dr. Spencer Johnson adalah dengan menjawab pertanyaan
berikut: ‘Apa yang aku lakukan jika aku tidak takut?’. Jawaban dari pertanyaan
itulah yang mesti dilakukan untuk mengatasi ketakutan.
Fear = Fantasized
Experiences Appear Real (pengalaman-pengalaman fantasi yang terlihat seperti
nyata).
Bagaimana mendorong
anak untuk mengatasi rasa takutnya?
1. Umumnya anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan rasa ingin tahu
ini seringkali mengatasi rasa takutnya. Jadi, sebelum melakukan sesuatu yang
membuatnya masih merasa takut, kita bisa menginformasikan seputar hal itu dan
membiarkannya bertanya. Semakin tahu ia tentang hal yang akan dilakukan,
semakin membuatnya merasa tenang dan percaya diri.
Ulan diajak berkeliling
mengamati dan diberi informasi tentang kuda sehingga keinginannya untuk mencoba
tumbuh lebih kuat dibandingkan ketakutannya.
2. Tergantung tipe anak, informasi bisa lebih ditekankan pada salah satu
aspek. Anak bertipe seeing is believing,
lebih yakin bila melihat bukti dulu dibandingkan meyakinkan dengan agumentasi
lisan. Sedangkan anak believing is seeing,
mesti diyakinkan lebih dulu dengan argumentasi yang kokoh tentang manfaat,
tentang keasyikan, tentang keamanan, tentang apa saja yang membuatnya tertarik.
Ulan perlu tahu manfaat
praktis bila bisa menunggang kuda dan lalu melihat teman-teman yang telah
pandai berkuda berlatih sebelum memutuskan untuk mencoba sendiri.
3. Contoh dari orangtua adalah amat efektif. Kalau orang tua telah melakukan
aktifitas yang akan dilakukan, anak tak akan menganggap kita hanya besar mulut
saja.
Nah, jika kita ingin
dan mendorong anak agar percaya diri dan berani tampil di depan publik - misalnya
mengikuti lomba, dsb. - sudahkah kita,
para orangtua, memberi contoh untuk aktif tampil di depan pubik juga?
Sebenarnya, ini bukan
pertama kali Ulan menaklukkan ‘raksasa ketiga’. Sebelumnya ia telah melakukan
lompatan dari atas lemari dan menjangkau langit-langit rumah melalui kisi-kisi
pintu. Manteranya adalah: ‘Aku kumpulkan keberanian. Yess!”
(taken from: qaulan
sadiida on facebook: bercermin pada anak-anak..)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar