“Awas,
jangan mainan itu. Nanti kotor!”
“Jangan
lari-lari, nanti jatuh!”
Ucapan
bernada larangan semacam itu seringkali terlontar dari mulut orangtua.
Maksudnya sih sebagai tanda kasih sayang kepada anak agar tidak celaka. Namun
jika berlebihan justru akan membuat perkembangan anak terhambat.
Anak-anak
diciptakan dengan rasa ingin tahu (curiosity)
yang besar. Rasa ingin tahu adalah dasar keinginan untuk bereksplorasi. Tiap
melakukan eksplorasi, mereka mengalami hal-hal baru yang membuat mereka makin tahu
dan makin banyak lagi bereksplorasi. Hal ini amat penting untuk perkembangan
intelektual anak. Tugas orangtua adalah membimbing dan mengarahkan agar rasa ingin tahu tersebut on track sesuai jalurnya.
Pada
suatu lokakarya yang pernah kami ikuti diberikan sebuah contoh bagaimana
terlalu banyak larangan hanya akan membuat anak tak berani berinsiiatif dan
berkreasi.
Dalam
sebuah aula yang dihadiri oleh peserta lokakarya, 2 orang diminta keluar dan
akan dipersilakan masuk setelah mendapat aba-aba. Peserta di dalam aula sepakat
untuk memberikan perintah menulis sebuah kata di papan tulis. Suatu tanda atau
bunyi denting bel disepakati sebagai sebuah larangan. Jika bel itu berdenting,
artinya langkah orang tersebut salah dan harus menemukan cara atau jalan yang lain
agar tujuannya tercapai.
Setelah
mendapat aba-aba, orang pertama – yang telah diberi tahu tentang aturan itu –
masuk. Baru dua langkah, bel berdenting. Ia pun merubah arah jalannya. Tiga
langkah maju ke depan, bel berbunyi lagi. Ia pun merubah arah lagi. Masih
dengan mantap, ia berjalan . Namun tiga langkah, bel berbunyi, tiga langkah
lagi berbunyi lagi. Sekarang setiap tiga langkah bel berdenting nyaring. Sikapnya
pun tak lagi percaya diri. Akibatnya, sang volunteer sekarang menjadi ragu
untuk melangkah. Dan tak sanggup menyelesaikan tugas yang diberikan.
Volunteer
kedua pun masuk. Berbeda dengan yang pertama, tak banyak denting bel yang ia
dapatkan. Hanya jika benar-benar melakukan kesalahan fatal. Ia pun melangkah
percaya diri, tak merasa cemas dan takut berinisiatif karena pasti akan diberi
tahu jika ada kesalahan.
Tak
heran, jika volunteer kedua ini dapat menyelesaikan tugas dengan cepat dan
tepat.
Kesimpulannya:
anak yang terlalu banyak dilarang melakukan sesuatu cenderung tak berani
bertindak inistiatif dan berkreasi. Sebaliknya, anak sedikit mengalami larangan
atau jika dilarang disertai dengan penjelasan lebih berani berinsiatif dan
merasa aman untuk berkreasi.
Bagaimana
dengan anak-anak ayah-bunda? Apakah kita termasuk orang nyinyir yang hanya punya perbendaharaan kata ‘NO atau DON”T?’
Demi perkembangan anak-anak kita yang wajar, insyaAllah tidak kan? Sipp!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar