“Ayah, aku ada yang mau diomongin nih!”, kata Ulan sambil menggamit lengan ayahnya dan mengajak ke balik dinding.
Jika sedang mempunyai masalah atau ada sesuatu yang ingin dibicarakan, Ulan memang akan mengatakannya secara langsung. Tidak dipendam. Hal ini dimungkinkan jika anak merasa aman, didengar dan dihargai pendapatnya.
Teringat suatu kisah tentang seorang ibu yang sedang sibuk menyelesaikan pekerjaan kantor di rumah yang harus segera ia selesaikan untuk presentasi besok pagi. Ketika anak perempuan kecilnya meminta pendapat tentang gambar yang baru dibuatnya, sang ibu menghentikan pekerjaan, mengambil gambar, mengamatinya, dan memberi komentar positif dengan antusias. Mengambil beberapa menit dari waktunya yang padat. Ketika ditanya kenapa dia memberikan waktunya yang padat itu untuk mengomentari gambar sang anak ketimbang menyelesaikan pekerjaan yang sedang diburu, sang ibu menjawab: “Saya masih akan memiliki banyak pekerjaan lain dan waktu untuk menyelesaikannya, tapi permintaan itu mungkin hanya sekali ia sampaikan, dan saya takut terlewat memenuhi permintaan itu ketika saya masih mampu memenuhi dan memberinya dukungan”. Jika anak diperlakukan seperti ini, anak akan merasa aman menyampaikan opini dan perasaannya.
Kembali ke cerita tentang Ulan. Agak lama ia terdiam seolah-olah sedang merangkai kata. “Aku kan lagi bersaing sama Zahra, Yah!”, lanjutnya.
Bersaing? What does she mean? Zahra adalah salah seorang teman bermainnya.
“Kata kak Cerah, Zahra bilang males sama aku soalnya suka ngatur-ngatur. Eh, dianya sendiri juga ngatur-ngatur. Besok katanya harus kumpul pkl 09.00. Biarin saja aku datang pkl 09.30”.
O..maksudnya mereka sedang berselisih.
Bersyukurlah para orangtua jika mendapatkan laporan semacam ini. Hal itu menunjukkan anak tak ada beban dan merasa terbuka untuk curhat dan sharing. Orangtua mesti bisa menjadi seorang sahabat yang setara bagi anak, sehingga ia merasa nyaman mengungkapkan isi hatinya. Jika sudah dianggap sebagai teman atau sahabat, nasehat yang kita berikan akan dianggap sebagai sran dari seorang teman. Tidak menggurui.
Besoknya, ketika anak-anak berkumpul dan bermain di rumah Ulan, Zahra datang berkunjung. Dia hendak bergabung untuk bermain tapi ragu-ragu karena merasa tidak enak telah membuat perselisihan.
“Ayo, Zahra…masuk saja! Sini gabung main ABC 5 Dasar!”, seru Ulan dan kak Cerah berbarengan.
Semudah itu suasana kembali cair. Ah, anak-anak memang mudah lupa kalau urusan balas dan dendam.
(taken from: qaulan sadiida on facebook, bercermin pada anak-anak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar