oleh: Lukmanul Hakim
Ada sebuah film lawas bergenre laga yang berjudul The Bodyguard from
Beijing (1994). Film yang kerap diputar berulang-ulang di TV ini berkisah
tentang opsir Allan Hui (Jet Li) yang ditugaskan untuk melindungi Christy (Michelle
Yeung), seorang saksi kunci kejahatan yang dilakukan seorang bos mafia.
Film ini jadi salah satu
favorit saya – selain asyik melihat ketrampilan
wushu Jet Li dan Michelle Yeung yang menawan – ada satu adegan menarik yang
selalu teringat, yaitu ketika adik Christie melakukan kesalahan, lalu meminta
maaf. Lalu melakukan kesalahan, dan minta maaf lagi...minta maaf lagi. Meminta maaf
begitu mudah diucapkan, bahkan pada kesalahan yang sama.
Menyadari bahwa hal itu
tak baik bagi perkembangan si anak kelak, Allan Hui pun menceritakan sebuah
kisah. Diceritakan ada seorang anak yang belajar ilmu bela diri di biara
Shaolin. Anak ini begitu lucu dan menggemaskan sehingga disayang oleh para
bhiksu dan guru. Teramat sayang, mereka selalu mengganggap remeh kenakalan anak
dan selalu memaafkan. Setiap menyadari telah melakukan kesalahan, si anak
meminta maaf dan selalu dimaafkan tanpa ada konsekuensi dari perbuatannya.
Suatu hari si anak
bermain pelita di perpustakaan biara. Karena ceroboh, pelita itu pun terjatuh
dan membakar kertas dan buku yang ada di dalamnya. Api pun dengan cepat
berkobar membakar gedung-gedung di sisinya. Kepala bhiksu – yang amat
menyayangi anak itu – yang sedang berdoa di dalam gedung tidak sempat
menyelamatkan diri dan tewas terbakar. Si anak amat menyesali perbuatannya yang
ceroboh itu dan bersumpah untuk tak pernah lagi meminta maaf.
Yap! Anak itu adalah
Allan Hui, seorang opsir yang dipercaya untuk melindungi saksi kunci.
Pekerjaannya menuntut untuk tidak boleh melakukan kesalahan. Ia bertekad untuk
tidak meminta maaf bukan berarti tak rendah hati, tapi agar ia tidak melakukan
kesalahan konyol, seperti yang dilakukannya di waktu kecil.
--------------------------
Memaafkan dan meminta
maaf adalah perbuatan yang mulia. Memaafkan membutuhkan jiwa besar, meminta
maaf memerlukan kerendah-hatian. Keduanya harus bersinergi agar kesalahan tak
terulang sehingga tak perlu lagi meminta maaf terhadap kesalahan yang sama. Semakin
sedikit meminta maaf, tentu semakin berkurang kesalahan.
Adalah penting
mengajarkan kepada anak tentang meminta maaf dan memaafkan. Perlu juga
mengajarkan tentang konsekuensi dari setiap tindakan. Tanpa ada konsekuensi,
anak akan mengira bahwa apa yang semua dilakukannya berkenan dan benar,
meskipun hal itu salah dan menjengkelkan orang lain.
Anak-anak bisa dilatih
dengan mengajaknya berdiskusi tentang tugas yang harus ia kerjakan, misalnya
sholat 5 waktu atau ibadah lainnya, dan konsekuensi logis jika terjadi
pelanggaran. Dengan mengetahui tugas dan konsekuensi anak akan belajar
bertanggung jawab, berhati-hati dalam berucap dan bertindak, sekaligus berusaha
untuk tidak mengulangi pelanggarannya.
Tentu saja ayah-bunda
jangan lupa memberi apresiasi jika anak telah berproses melakukan tugasnya
dengan baik. Bagaimana ayah-bunda?
Mohon maaf bila kurang
mengena, ehem!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar