Bukan pemandangan yang asing bila
anak-anak sekarang akrab dengan teknologi. Notebook, handphone, BlackBerry,
iPad saat ini tak jarang terlihat ditenteng oleh anak-anak ABG. Kemudahan
mengakses informasi melalui perangkat tersebut membuat anak makin mudah dan
cepat mengetahui jawaban tentang sesuatu, mencari tahu informasi tentang
aktifitas idolanya, main games online, atau sekedar chatting dengan teman, nyata atau maya. Anak-anak sekarang adalah
anak-anak digital.
Digital Natives, Digital
Immigrants
Digital natives merujuk pada generasi internet
(Bayne & Ross, 2007). Mereka adalah anak-anak yang lahir di era setelah
80-an dan mengakses teknologi jejaring digital dan memiliki pengetahuan dan
ketrampilan dalam mengoperasikan komputer (Palfrey & Gasser, 2008). Jika
anak kita adalah digital natives,
maka orangtua mereka adalah digital
immigrants, yakni mereka yang telah mengadopsi dan mengunakan internet dan
teknologi terkait, tetapi lahir sebelum kemunculan era digital.
Digital immigrants belajar bagaimana membuat serta
menggunakan e-mail dan jejaring sosial. Namun proses tersebut berjalan
‘terlambat’ dibandingkan dengan digital
natives yang yang mengenyam teknologi tersebut sejak usia SD. Mereka sangat
memahami prosedur penggunaan internet, mulai dari browsing hingga memproduksi
pesan di dalamnya. Mereka menjadikan aktifitas berselancar di dunia maya
sebagai rutinitas yang hampir setiap saat dilakukan. Generasi ini menghabiskan
sebagian besar waktunya di dunia maya.
Memahami Karakter Anak Digital
Meskipun kalah ‘start’ dengan anak-anak digital natives, kita – para orangtua dan guru – dituntut untuk
mengikuti dan lebih memahami perkembangan agar kita bisa tetap mengawasi dan
membimbing anak-anak kita. Orangtua dan guru juga sebaiknya memahami karakter dan perilaku
anak-anak digital, antara lain:
- Digital natives lebih memilih halaman blog atau media online daripada surat kabar atau majalah. Blog atau media online umumnya disajikan secara ringkas, padat, dan jelas. Anak-anak digital tidak suka hal-hal yang bertele-tele.
- Mereka memilih bertemu orang lain secara online sebelum bertemu secara langsung. Interaksi sosial dan aktifitas pertemanan dimediasi oleh teknologi digital.
- Karena hidup di era internet dimana komunikasi dapat dengan cepat dilakukan dan informasi cepat tersebar, mereka pun menginginkan sesuatu dengan cepat dan instant. Tak heran produk-produk instant diminati oleh mereka.
- Generasi digital tidak menyukai sesuatu yang konvensional dan standart. Mereka senang dengan hal-hal baru dan inovatif. Bisa dibayangkan bagaimana jenuhnya anak-anak ini ketika membaca buku teks mereka di sekolah yang masih menggunakan pendekatan linear dan konvensional! Maka, sebagai orangtua atau guru mesti pintar berinovasi agar anak tak jenuh belajar.
- Anak-anak generasi digital amat menghargai kebebasan, dari kebebasan memilih hingga berekspresi. Ini tak lepas dari ‘ideologi’ internet sebagai sebuah media yang dikenal tidak mengenal batasan. Karena itulah, digital natives menganggap kebebasan sebagai salah satu nilai penting dalam kehidupannya.
Kebebasan selalu menyisakan ruang bagi pengaruh negatif. “Sebagai
pertahanan terhadap pengaruh negatif (internet), orangtua dan guru mesti
memberikan konsep diri yang jelas kepada anak”, ujar Elly Risman – psikolog
Yayasan Kita dan Buah Hati. “Misalnya, dengan mengajarkan anak tentang
kehadiran Allah dalam setiap aktifitasnya. Yang penting juga adalah orangtua
harus dipercaya sama anak-anak. Sehingga jika terjadi apa-apa, anak akan selalu
bercerita kepada orangtuanya”, lanjut beliau.
Orangtua dan guru masa kini tak bisa lagi menghindar dari tuntutan
untuk memahami media-media baru dengan baik sekaligus memahami bagaimana
seharusnya interaksi anak-anak era digital dengan media-media baru tersebut.
Pemahaman bukan hanya diperlukan agar kita tidak mendapat label ‘jadul’
atau ‘gaptek’, tetapi untuk menjadikan kita, si digital immigrants, lebih memahami karakter digital natives sehingga dapat terjalin komunikasi yang baik dengan
anak-anak kita.
(disadur dan diolah dari: Anak
Kita, Anak Digital oleh Nina Mutmainnah Armando, Majalah UMMI No. 2/XXIII/Juni 2011/1432
H)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar