TAKUT KRITIK? NO-LAH!
14/05/11 – 09.46
(status ini diberi ‘Like’ oleh Ruhnia Uni Niati, Achmad Fauzi, Zakiah Hab, dan Kireina Bgt)
Seperti
tahun-tahun sebelumnya, setiap Ulan ulang tahun, ayah bunda selalu membuat
acara bertema. Saat ulang tahun ke-5, acaranya bertema cerita binatang dalam al
Qur’an, sedangkan ulang tahun ke-6 bertema HappyCooking.
Nah,
ulang tahun ketujuh bertema drama yang berisi tentang nasehat kepada anak (dan
orangtuanya juga). Sayangnya, drama tersebut tidak jadi ditampilkan di hari H
karena para pemainnya berada di luar kota , sedang berlibur memanfaatkan
liburan sekolah. Namun ide tentang kritik/nasehat dari teman-teman Ulan tetap
berjalan.
“Yuks bikin daftar yang isinya kebaikan dan kekurangan
Ulan. Yang ngisi teman-teman Ulan. Jadi nanti kita bisa tahu apa
yang disukai dan tidak disukai teman-teman. Yang tidak disukai bisa kita perbaiki. Oke, nggak?”, tanya
ayah.
Si
Ulan manggut-manggut tanda setuju dan langsung pergi membagikan daftar kosong itu kepada
teman-temannya.
Beberapa
hari menjelang hari H, daftar masukan atau kritik terkumpul. Ulan membacanya satu persatu,
tersenyum dan kadang berkomentar: Oh, begitu ya... Cukup banyak masukan yang
diperoleh dari teman-teman Ulan: terlalu manja, sok dewasa, susah diatur, dsb.
Ada yang memang begitu, ada juga yang rasanya tak begitu. Tapi, begitulah
persepsi bukan?
Yang
penting si anak berani menerima kritik dan memperoleh point untuk memperbaiki
diri.
------------------------------
Dorothy Low Norte pernah mengatakan
bahwa anak yang hidup dengan pujian, ia akan berlajar tentang penghargaan.
Karena itu kita diharapkan tidak pelit memberi apresiasi jika anak telah
melakukan proses perbaikan perilaku, meskipun hasil upayanya belum optimal.
Tentu saja, apresiasi tersebut tidak berlebihan sehingga menyebabkan anak larut
dalam pujian semu.
Salah satu cara mengetahui
perilaku anak kita adalah dari pendapat teman-temannya. Apakah anak kita memang
berperilaku manis seperti di rumah, atau berperilaku berbeda. Jika ternyata hal
terakhir yang terjadi, mungkin kita perlu berinstropeksi apakah ada hambatan komunikasi
antara kita, sebagai orangtua, dengan anak. Nah, saat berintrospeksi itu kita
pun mesti bersedia menerima kritik dari anak.
Dorothy juga mengatakan bila seorang
anak hidup dalam penerimaan, ia akan belajar mencintai.
Siap kan, ayah-bunda?
(taken from: qaulan sadiida on
facebook: bercermin pada anak-anak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar